Urgensi Ranperda Pengakuan MHA

Urgensi Ranperda Pengakuan MHA

Urgensi Ranperda Pengakuan MHA-Ist-

JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Hutan bagi masyarakat adat adalah segalanya, ada dalam setiap lini hidup, mulai dari tempat tinggal, tempat bermain hingga sebagai sumber pangan, sosial, dan menjaga tradisi budaya serta pengetahuan lokal. 

Meski masyarakat telah mengelola hutan secara turun temurun, untuk mendapatkan legalitas perlu legal formal dari negara melalui SK penetapan Hutan Adat (HA) dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 

Dalam penyelenggaraannya pengakuan HA masih lambat dibandingkan skema perhutanan sosial lainnya. Disebabkan pengajuan HA memerlukan pengakuan sebagai Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan penetapan wilayah adatnya.

Pengakuan sebagai MHA diperlukan oleh masyarakat selain sebagai legalitas masyarakat adat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan. Pun sebagai kekuatan bagi masyarakat untuk melindungi hutan mereka dari kegiatan-kegiatan yang merusak lingkungan. 

BACA JUGA:Rupiah Semakin Melemah, Bisa Memicu Kenaikan Biaya Impor 

BACA JUGA:Bingung Apa yang Harus Diunggah pada Sipol, Yuk Simak Penjelasan Anggota KPU RI Ini

Praktik ini ditemukan di Hutan Adat Guguk, mereka memiliki posisi tawar untuk melindungi hutan saat adanya pembalakan liar. Kecurigaan ada pembalakan liar berawal ketika masyarakat mengetahui dari berubahnya warna air mereka. 

Setelah diselidiki pembalakan terjadi di dekat sumber air, lembaga pengelola hutan adat melaporkan ke polisi hutan dan pembalakan liar dijatuhi hukuman. 

Dari kekuatan hukum yang mereka punya, dapat memberikan efek jera karena pembalak dikenai sanksi adat, menebang satu pohon didenda dengan satu ekor kerbau.

Kekuatan penjagaan hutan serupa belum didapatkan oleh masyarakat di Desa Tamiai Kecamatan Batang Merangin Kabupaten Kerinci yang termasuk dalam kawasan penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Sebab usulan pengajuan SK Hutan Adat oleh Lembaga Adat Depati Muara Langkap di kawasan Penyangga TNKS sampai saat ini belum terwujud. 

BACA JUGA:Resmi Meluncur, Ini Yang baru Dari Sigra Facelift 2022 

BACA JUGA:Unggah Data di Sipol, KPU RI Minta Parpol Tepat Waktu, Yuk Catat Jadwalnya

Harap menunggu SK Hutan Adat terbit, berpacu dengan rasa khawatir yang mendera seiring dengan mendekatnya aktivitas tambang liar ke kawasan usulan mereka.

Tidak hanya dialami oleh Lembaga Adat Depati Muara Langkap, lambatnya proses penerbitan SK Hutan Adat juga dialami oleh beberapa lembaga pengelola hutan adat lainnya. Saat ini ada sebanyak 23 potensi Hutan Adat di Jambi yang tersebar di 4 Kabupaten, diantaranya Sarolangun, Kerinci, Merangin, dan Bungo yang stagnan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: