Kerugian Bencana di Padang Pariaman Tembus Rp268,5 Miliar, Infrastruktur Rusak Parah
Kondisi sungai di Padang Pariaman, Sumatera Barat.-Antara/jambi-independent.co.id-
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Padang Pariaman, Sumatera Barat, mengungkapkan bahwa total kerugian akibat rangkaian bencana yang melanda daerah tersebut dalam sepekan terakhir mencapai lebih dari Rp268,5 miliar.
Cuaca ekstrem memicu banjir, longsor, dan pohon tumbang yang merusak berbagai fasilitas publik serta mengisolasi sejumlah kawasan.
Sekretaris Daerah Padang Pariaman, Rudy Repenaldi Rilis, mengatakan bahwa angka kerugian itu melonjak tinggi terutama karena banyaknya infrastruktur yang rusak berat.
"Banyak infrastruktur rusak di Padang Pariaman, jembatan Koto Buruak saja yang ambruk kerugian diperkirakan lebih dari Rp50 miliar," ujarnya di Pariaman, Sabtu 29 November 2025.
BACA JUGA:Irman Gusman Desak Pemerintah Tetapkan Bencana Nasional Usai Banjir dan Longsor di Sumatera
Kerusakan tidak hanya terjadi pada jembatan. Ruas jalan di beberapa titik turut amblas, akses transportasi terganggu, dan irigasi rusak parah.
Di sektor pertanian, sekitar 341 hektare sawah dan 106 hektare lahan jagung terdampak banjir sehingga menambah besarnya kerugian ekonomi.
Selain itu, banyak rumah penduduk mengalami kerusakan, sejumlah fasilitas pendidikan turut terdampak, dan sarana publik lainnya tidak lagi berfungsi optimal.
Pemkab menyebut biaya pemulihan akan sangat besar karena beberapa bangunan perlu dibangun ulang dari awal.
BACA JUGA:Longsor Sungai Penuh-Tapan, Jalur Jambi-Sumbar Terbuka, Polisi Imbau Pengendara Waspada
Rudy menjelaskan bahwa hingga saat ini 10.575 warga dilaporkan terdampak, dan ribuan di antaranya harus mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Untuk memenuhi kebutuhan para penyintas, Pemkab Padang Pariaman mendirikan sejumlah dapur umum di titik-titik pengungsian.
Ia menilai besarnya dampak banjir tidak hanya dipicu cuaca ekstrem, tetapi juga karena beberapa sungai besar yang bermuara di Padang Pariaman merupakan kewenangan pemerintah pusat sehingga proses normalisasi tidak dapat dilakukan secara mandiri oleh pemerintah kabupaten.
Walaupun beberapa bulan lalu Pemkab dan relawan telah melakukan pembersihan aliran sungai, upaya itu belum memberikan hasil optimal.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:



