Proyeksi Ekonomi Jambi 2026
Noviardi Ferzi-dok/jambi-independent.co.id-
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Tahun 2026 berpotensi menjadi fase penentu bagi arah ekonomi Provinsi JAMBI.
Secara nominal, indikator makro menunjukkan tren yang relatif stabil. Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan berada pada kisaran 4,8 hingga 5,4 persen, inflasi terkendali, dan pengangguran menurun secara gradual.
Namun di balik stabilitas tersebut, terdapat persoalan mendasar yang belum terselesaikan, yakni lemahnya kualitas pertumbuhan dan keterbatasan kapasitas fiskal daerah untuk mendorong transformasi ekonomi.
APBD Provinsi Jambi Tahun 2026 memperlihatkan keterbatasan itu secara nyata. Total pendapatan daerah diproyeksikan hanya berada di kisaran Rp4,7 hingga Rp4,9 triliun, dengan Pendapatan Asli Daerah berkisar Rp1,2 hingga Rp1,3 triliun atau sekitar 25 persen dari total pendapatan.
Artinya, lebih dari 70 persen APBD masih bergantung pada dana transfer pemerintah pusat. Ketergantungan struktural ini membuat kebijakan fiskal daerah kehilangan daya kendali, karena setiap penyesuaian kebijakan nasional langsung berdampak pada ruang gerak pembangunan di daerah.
Tekanan fiskal semakin terasa ketika belanja daerah justru lebih besar dibanding pendapatan. Total belanja APBD 2026 diperkirakan mencapai Rp4,8 hingga Rp5,0 triliun, sehingga memunculkan defisit fiskal sekitar Rp60 miliar hingga Rp80 miliar.
Secara teknis, defisit ini masih dapat ditutup melalui Sisa Lebih Perhitungan Anggaran. Namun secara ekonomi, defisit tersebut mencerminkan masalah struktural, karena bukan disebabkan oleh keberanian mendorong investasi pembangunan, melainkan oleh besarnya belanja rutin pemerintahan.
Komposisi belanja memperjelas persoalan tersebut. Lebih dari 65 persen APBD terserap untuk belanja operasi, dengan belanja pegawai mendekati Rp1,9 triliun. Sementara belanja modal hanya berada di kisaran Rp700 miliar hingga Rp800 miliar atau sekitar 15 persen dari total belanja.
BACA JUGA:Terungkap! Kendaraan yang Terbakar di SPBU Bungo Ternyata Mobil Modifikasi
Dengan struktur seperti ini, APBD Provinsi Jambi 2026 sulit diharapkan menjadi motor pertumbuhan ekonomi. Anggaran lebih berfungsi menjaga birokrasi berjalan, bukan menciptakan dorongan baru bagi sektor produktif dan penciptaan lapangan kerja berkualitas.
Keterbatasan fiskal ini berdampak langsung pada indikator makro ekonomi. Inflasi Jambi pada 2026 diproyeksikan berada pada kisaran 2,5 hingga 3,5 persen dan relatif terkendali.
Namun stabilitas harga ini lebih banyak ditopang oleh kebijakan nasional dan kondisi pasokan, bukan oleh kekuatan intervensi fiskal daerah. Peran APBD masih bersifat reaktif, terutama dalam merespons gejolak harga pangan, bukan preventif melalui penguatan produksi dan distribusi jangka menengah.
Pada sisi ketenagakerjaan, tingkat pengangguran terbuka diperkirakan menurun tipis ke kisaran 4,2 hingga 4,4 persen. Penurunan ini lebih mencerminkan ekspansi sektor informal dan jasa berproduktivitas rendah, bukan hasil penciptaan lapangan kerja formal yang berkelanjutan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:



