AWARDS
b9

Pengamat Nilai Rehabilitasi Ira Puspa Dewi Ungkap Kekeliruan Putusan Tipikor

Pengamat Nilai Rehabilitasi Ira Puspa Dewi Ungkap Kekeliruan Putusan Tipikor

Mantan Direktur PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi.-ist/jambi-independent.co.id-

JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Pengamat hukum pidana dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Jamin Ginting, memberikan tanggapan terkait keputusan Presiden RI, Prabowo Subianto, yang memberikan rehabilitasi kepada mantan Direktur Utama ASDP, Ira Puspa Dewi.

Zefanya Situmeang dan Yanuar Ruslim, pada Selasa 25 November 2025, Jamin menilai langkah tersebut menjadi indikator adanya kekeliruan dalam putusan pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor).

Ia menegaskan, "Hal ini menunjukan apa yang diputuskan tipikor terjadi suatu kekeliruan," ujarnya.

Menurut Jamin, bukan kali pertama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan penyelidikan namun kemudian dianulir. Hal itu, lanjutnya, memberi gambaran bahwa putusan tipikor dalam kasus tersebut tidak tepat.

BACA JUGA:Kabar Duka! Mantan Wali Kota Jambi Bambang Priyanto Meninggal Dunia

Ia kembali menekankan pandangannya dengan mengatakan, "Ini bukan pertama kali KPK mengajukan penyelidikan dianulir, artinya putusan tipikor tidak tepat," tuturnya.

Lebih jauh, Jamin menilai bahwa situasi semacam ini semestinya menjadi evaluasi besar bagi para hakim.

"Seharusnya ini jadi pukulan keras buat hakim. Ini adalah corporate action dilakukan demi kenaikan suatu BUMN tidak ada kepetingan pribadi dan malah memberikan perubahan signifikan untuk BUMN," imbuhnya.

Di sisi lain, pengamat hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar, menegaskan bahwa pemberian rehabilitasi merupakan bagian dari hak prerogatif presiden. Namun demikian, ia mengingatkan bahwa penggunaan hak prerogatif tetap harus berada dalam koridor pengawasan agar tidak disalahgunakan.

BACA JUGA:Pelunasan BIPIH Reguler 2026 Dibuka 24 November - 25 Desember

Fickar menjelaskan bahwa dalam Pasal 28 UUD 1945 pascareformasi, pemberian rehabilitasi mensyaratkan adanya pertimbangan dari Mahkamah Agung.

Ia menyatakan, "Dalam UU rehabilitasi bisa diberikan pada tahap penyidikan, penuntutan, peradilan pada tingkat itu biasanya dianggap tindakannya atau putusannya keliru," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa meskipun suatu tindakan pidana mungkin terbukti terjadi, penilaiannya tetap harus dilihat dari perspektif hukum pidana.

"Meskipun perbuatannya ada, tapi dilihat dari perspektif pidana, ada keliru."

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: