Kontroversi Bantuan Sembako Wapres Gibran dan Etika Penggunaan APBN

Kontroversi Bantuan Sembako Wapres Gibran dan Etika Penggunaan APBN

Kontroversi Bantuan Sembako Wapres Gibran dan Etika Penggunaan APBN--Instagram trendingbuzz.id

JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Bantuan sembako yang dibagikan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kepada korban banjir di Kebon Pala, Jakarta Timur, menuai sorotan dan kritik dari sejumlah pihak.

Tas biru bertuliskan Bantuan Wapres Gibran yang digunakan dalam pembagian bantuan tersebut dianggap kurang etis jika anggaran yang digunakan berasal dari dana APBN.

"Bantuan itu layak dipersoalkan karena sembako ditempatkan di tas warna biru yang bertuliskan Bantuan Wapres Gibran. Penyebutan Bantuan Wapres Gibran sangat tak layak bila anggaran sembako itu bersumber dari APBN," kata Jamiluddin, Sabtu 30 November 2024.

Analis komunikasi politik Jamiluddin Ritonga menyebutkan bahwa bantuan ini seharusnya disebut Bantuan Pemerintah atau Bantuan Negara, mengingat sumber pendanaannya adalah uang publik. Menurutnya, jika bantuan seperti ini dikelola oleh Kementerian Sosial, persepsi politis dan konflik etika dapat diminimalkan.

Jamiluddin juga mengingatkan bahwa tugas Wakil Presiden tidak seharusnya terfokus pada kegiatan seremonial seperti membagikan sembako. Tugas tersebut idealnya menjadi tanggung jawab Kementerian Sosial, sesuai fungsi dan wewenangnya.

BACA JUGA:Nasib iPhone 16 di Indonesia: Tersendat Izin TKDN dan Komitmen Investasi

BACA JUGA:Daftar Layanan yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan: Informasi Lengkap dan Penting

Penempatan fungsi lembaga secara proporsional akan membantu menghindari persepsi masyarakat bahwa kegiatan ini terkait dengan persiapan Pilpres 2029.

"Dengan begitu, pemberian bantuan, termasuk sembako, sudah diberikan oleh lembaga yang tepat. Hal ini akan menjauhkan persepsi di tengah masyarakat bahwa bantuan itu bernuansa politis," katanya.

"Orang juga tidak menafsirkan pemberian bantuan itu sebagai persiapan Pilpres 2029," sambungnya.

Kritik juga datang dari penggiat media sosial Jhon Sitorus, yang membandingkan gaya Gibran dengan ayahnya, Joko Widodo. Menurutnya, penggunaan APBN dengan narasi personal seperti ini menciptakan kesan kampanye dini untuk kepentingan politik mendatang.

Jhon juga menyoroti perubahan penamaan bantuan pemerintah dari Bantuan Negara pada 1990-an menjadi Bantuan Presiden dan kini Bantuan Wapres Gibran, yang ia anggap mengurangi prinsip etika dan moralitas publik.

BACA JUGA:Mohabbatein (2000): Kisah Cinta yang Abadi dalam Bingkai Tradisi dan Pemberontakan

BACA JUGA:Zodiak yang Saling Bertentangan: Ketidakcocokan dalam Astrologi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: