Jangan Panik! Ini Panduan Dokter Tangani Anak Saat Terjadi Bahaya di Rumah Paling Efektif
Ilustrasi anak sakit-freefik-
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID – Risiko bahaya pada anak bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, sehingga orang tua maupun pengasuh perlu tanggap dan sigap memberikan penanganan awal yang tepat.
Hal ini disampaikan oleh dr. Abdul Chairy, Sp.A (K), dalam seminar daring mengenai penanganan kondisi gawat darurat pada anak yang digelar Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (PON) bersama Unit Kerja Emergensi dan Terapi Intensif anak (ETIA) Ikatan Dokter anak Indonesia (IDAI) Jakarta dalam rangka World Emergency Medicine Day.
Menurut dr. Chairy, pemahaman dasar tentang pertolongan pertama sangat penting untuk mengurangi risiko fatal akibat cedera. Penanganan dini yang benar dapat menyelamatkan nyawa anak atau mencegah dampak yang lebih buruk.
“Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memastikan bahwa lokasi kejadian sudah aman. Jangan sampai ada bahaya lanjutan yang bisa memperparah kondisi, seperti listrik atau api. Misalnya, bila anak pingsan karena jatuh di dekat kabel listrik, pastikan dulu arus sudah diputus sebelum menyentuhnya,” jelas dr. Chairy.
BACA JUGA:Bukan Mage Biasa! Ini Dia Build Kimmy Tersakit di Mobile Legends yang Out of The Box
BACA JUGA:Peringatan HUT Kota Jambi ke-79, Gubernur Al Haris Tegaskan Sinergi Pusat dan Daerah Kunci Kesejahteraan
Setelah memastikan lingkungan aman, tahap berikutnya adalah mengecek kesadaran anak. Respons anak bisa berbeda-beda, mulai dari sadar sepenuhnya, tidak merespons saat dipanggil, hingga benar-benar tidak bereaksi sama sekali. Dalam kondisi tidak sadar, pemberian rangsangan ringan seperti cubitan boleh dilakukan untuk menguji reaksi tubuh.
Bila anak tidak menunjukkan tanda-tanda kesadaran, dr. Chairy menekankan pentingnya segera mencari pertolongan medis sembari mengecek tanda-tanda vital, seperti denyut nadi dan jalur pernapasan.
"Pada anak-anak, lidah yang besar dan posisi kepala yang menunduk bisa menghalangi saluran napas. Karena itu, kepala harus sedikit didongakkan untuk membuka jalur napas," ungkapnya.
Namun, ia mengingatkan untuk tidak sembarangan melakukannya pada anak yang diduga mengalami trauma kepala atau cedera tulang leher akibat jatuh atau benturan keras.
BACA JUGA:Dukung Ketahanan Energi Nasional, PLN dan Lemhannas RI Perkuat Sinergi Antarlembaga
“Jika ada kemungkinan cedera tulang belakang, jangan mendongakkan kepala terlalu tinggi. Cukup miringkan tubuhnya sedikit dan angkat kepala secara perlahan agar tidak melukai saraf tulang belakang,” tegasnya.
Dalam situasi henti jantung, dokter Chairy menjelaskan pentingnya tindakan resusitasi jantung paru (RJP). Pijatan jantung harus dilakukan dengan irama cepat dan kuat, sekitar 100 hingga 120 kali dalam satu menit. Titik tekan berada di antara kedua puting, tepat di bagian tengah dada anak.
Untuk bayi, pijatan dapat menggunakan dua jari telunjuk atau kedua ibu jari. Sementara untuk anak yang lebih besar hingga remaja, teknik bisa menggunakan telapak tangan seperti pada orang dewasa.
“Pastikan pijatan dilakukan di permukaan keras seperti lantai, bukan di atas kasur, agar tekanan benar-benar efektif mendorong sirkulasi darah,” tambahnya.
Setelah satu menit, kondisi anak harus dievaluasi kembali. Bila belum sadar, ulangi prosedur hingga bantuan medis profesional tiba.
“Jangan ragu untuk memijat dada anak. Tulang dada mereka masih lentur dan kuat. Rasa takut justru bisa membuat upaya penyelamatan menjadi tidak optimal,” pungkas dr. Chairy.
Lebih lanjut, dr. Chairy menegaskan bahwa kecepatan dan ketepatan dalam memberi pertolongan awal bisa menjadi penentu utama keselamatan anak dalam situasi darurat.
Acara ini diselenggarakan sebagai bagian dari peringatan World Emergency Medicine Day 2025, yang jatuh setiap tanggal 27 Mei, untuk meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya penanganan darurat, terutama bagi anak-anak yang lebih rentan terhadap cedera serius.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:




