Optimis Ekonomi Indonesia Tidak Menuju Jurang
Noviardi Ferzi-dok/jambi-independent.co.id-
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Saya tertarik untuk menulis memberi pandangan lain atas beberapa ekonom Indonesia yang menyebut ekonomi nasional tengah menuju jurang keadilan.
Menarik karena bahaya, sehingga patut dikritisi. Narasi tersebut terlalu simplistis dan berpotensi menyesatkan publik, sebab tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi faktual pembangunan Indonesia saat ini.
Pertama, soal pertumbuhan ekonomi yang disebut stagnan di angka 5 persen. Faktanya, angka tersebut justru menunjukkan stabilitas yang langka di tengah perlambatan ekonomi global.
Bank Dunia (2024) menempatkan Indonesia dalam 10 negara paling resilien, sementara banyak negara lain tumbuh di bawah 3 persen.
BACA JUGA:Gubernur Al Haris Saat Tinjau SPPG Pemayung: Jangan Beli Beras Luar, Utamakan Produk Jambi!
Stabilitas ini menjaga daya beli masyarakat dan menjadi benteng menghadapi gejolak eksternal.
Hal ini sejalan dengan penelitian Suryahadi dkk. (2023) dalam Bulletin of Indonesian Economic Studies yang menunjukkan bahwa stabilitas pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi faktor utama dalam menekan tingkat kemiskinan ekstrem pasca-pandemi.
Kedua, terkait lapangan kerja. Memang benar sektor informal masih dominan, tetapi tren pekerja formal terus meningkat dari 40 persen pada 2018 menjadi hampir 44 persen pada 2024.
Perlindungan sosial juga semakin meluas, dengan peserta BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan kini menjangkau lebih dari 256 juta orang.
BACA JUGA:ASN yang Tolak Dilantik Bakal Tempuh Jalur Hukum, Ini Respon Gubernur Jambi Al Haris
Bukti ini menegaskan kehadiran negara memperkuat jaring pengaman sosial. Penelitian Maharani & Rieger (2022) dalam Social Science & Medicine juga membuktikan bahwa perluasan jaminan kesehatan di Indonesia berkontribusi signifikan dalam mengurangi ketidaksetaraan akses layanan kesehatan.
Ketiga, kritik terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menelan anggaran Rp 268 triliun perlu dilihat dalam kerangka jangka panjang.
UNICEF (2023) menegaskan bahwa investasi gizi anak memberikan pengembalian hingga 16 kali lipat melalui peningkatan produktivitas di masa depan.
Dukungan akademis datang dari Victora et al. (2021) dalam The Lancet yang menyimpulkan bahwa intervensi gizi dini pada anak berdampak langsung pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Dengan demikian, MBG adalah investasi, bukan beban fiskal.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:



