Tantangan Penanganan Terorisme pada Masa Pemerintahan Baru

Tantangan Penanganan Terorisme pada Masa Pemerintahan Baru

Tantangan penanganan terorisme pada masa pemerintahan baru.-ANTARA-

BACA JUGA:Komoditas Nanas Tangkit Baru Terima Sertifikat Indikasi Geografis, Jadi yang Pertama di Indonesia

Sedangkan selama 2000 - 2023 tercatat 65 putusan pengadilan dengan terpidana perempuan yang terlibat terorisme.

Penanganan anak-anak dan perempuan yang terlibat terorisme menjadi penting mengingat keterlibatan mereka merupakan tren terbaru aksi teror semenjak hadirnya kelompok teror ISIS.

Berikutnya, eks narapidana terorisme atau residivis dan upaya-upaya deradikalisasi perlu diperhatikan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran.

Isu itu perlu diperhatikan karena residivis terorisme masih menjadi ancaman dengan melakukan aksi teror kembali, seperti yang terjadi pada peristiwa bom Astana Anyar, Kota Bandung, Jawa Barat, 7 Desember 2022.

BACA JUGA:Sekda Provinsi Jambi Sudirman Harap Grand Design Pembangunan Kependudukan Tersusun dengan Baik dan Sistematis

BACA JUGA:Gubernur Jambi Al Haris Lantik 7 Anggota Komisioner KPID Provinsi Jambi

Namun, upaya deradikalisasi terhadap narapidana terorisme atau orang-orang yang sudah terpapar, seperti yang tercantum dalam Pasal 30 Ayat (1) Peraturan Pemerintah tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Pelindungan Terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan, masih memiliki sejumlah tantangan.

Berdasarkan data BNPT, dari 1.591 orang yang menjadi sasaran deradikalisasi, tercatat hanya 658 orang yang mengikutinya. Sisanya, sebanyak 364 orang belum mengikuti dan membutuhkan pendekatan personal, 422 tidak mau mengikuti deradikalisasi, dan 147 masih belum diketahui keinginan mau atau tidaknya mengikuti upaya tersebut.

Tantangan lain yang perlu diperhatikan selama masa pemerintahan Prabowo-Gibran adalah mengenai tren pendanaan terorisme dan terorisme di ruang siber yang meliputi penggunaan teknologi.

BNPT sempat menemukan propaganda jihad melalui gim video, yakni berupa bendera ISIS. Oleh sebab itu, pemerintahan Prabowo-Gibran perlu mewaspadai penyebaran paham radikalisme di ruang siber.

BACA JUGA:PLN Tuntaskan Pembangunan PLTA Jatigede 2 X 55 MW, Sistem Kelistrikan Sukses Dongkrak Bauran Energi

BACA JUGA:Bapemperda DPRD Kota Sungai Penuh Hadiri Rapat Rancangan Perda

Pakar keamanan internasional Universitas Indonesia Ali Abdullah Wibisono mengingatkan pemerintahan Prabowo-Gibran terhadap potensi munculnya ideologi-ideologi baru terkait jihadisme di Indonesia.

Selain itu, deradikalisasi perlu difokuskan kepada figur-figur tertentu. Lalu, kemitraan internasional, lintas negara, dan lintas aktor juga perlu diperhatikan dan diperkuat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: