Pasar Wajib Waspada, Dampak Perang Rusia-Ukraina Masih di Depan Mata
jambi-independent.co.id|
Editor:
Surya Elviza|
Rabu 10-08-2022,12:57 WIB
Indonesia harus tetap waspada terhadap dampak perang Rusia-Ukraina--
JAKARTA,
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID -Perang Rusia-Ukraina masih berdampak pada ekonomi global. Indonesia pun harus tetap waspada karena dampak perang masih ada di depan mata.
PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menilai geopolitik yang terjadi akibat perang Rusia-Ukraina masih perlu diantisipasi.
Senior Portfolio Manager MAMI Samuel Kesuma mengatakan pelaku pasar saham perlu melakukan antisipasi karena konflik itu berisiko menyebabkan volatilitas pasar di semester II 2022.
Menurutnya, konflik antara Rusia-Ukraina sebagai penghasil gandum terbesar di dunia dapat meningkatkan harga pangan dan energi sehingga inflasi juga berpotensi meningkat terutama di negara-negara berkembang.
“Ini juga akan berdampak ke daya beli konsumen terutama masyarakat menengah ke bawah, yang pendapatannya paling banyak untuk makanan dan energi," katanya di Jakarta, Selasa 9 Agustus 2022.
Selain itu, Samuel menilai pengetatan kebijakan bank sentral Amerika Serikat The Fed melalui peningkatan suku bunga acuan yang terlalu agresif juga perlu diantisipasi,
Sebab, hal itu dapat menekan pertumbuhan ekonomi global.
"Saham ini instrumen yang berkinerja baik saat pertumbuhan ekonomi bagus, pemotongan ekspektasi pertumbuhan ekonomi dapat berdampak terhadap ekspektasi return saham dan laba emiten. Jadi stand bank sentral terutama The Fed perlu terus dimonitor,” katanya.
Di sisi lain, dia juga meminta pihak terkait mengantisipasi inflasi yang bisa menimbulkan ketidakpastian yang tidak disukai pelaku pasar saham.
Di Indonesia tingkat inflasi bisa lebih tinggi apabila pemerintah memotong subsidi energi yang dapat mempengaruhi konsumsi masyarakat dan laba emiten, tetapi secara global harga pangan dan energi mulai mengalami penurunan seperti dikutip dari
jpnn.com.
“Jadi, kalau harga komoditas ke depan lebih stabil, risiko dari konflik geopolitik, pengetatan kebijakan bank sentral AS, dan terutama inflasi ini saya rasa tidak lagi menjadi pertimbangan di pasar,” ujar Samuel. (viz)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: