Maskapai China Dilarang AS Terbang Melalui Ruang Udara Rusia ke Amerika Serikat
Maskapai China Airbus A350-900-Xinhua/jambi-independent.co.id--
JAMBI - INDEPENDENT.CO.ID - Amerika Serikat (AS) mengajukan usulan kebijakan baru yang melarang maskapai penerbangan asal China melintasi wilayah udara Rusia saat melakukan penerbangan antara China dan AS.
Langkah ini diambil sebagai upaya untuk menghapus ketimpangan yang dianggap memberi keuntungan tidak adil bagi maskapai China dibandingkan maskapai Amerika.
Menurut keterangan resmi Departemen Perhubungan AS pada Kamis, 9 Oktober 2025, kebijakan ini merujuk pada perjanjian penerbangan bilateral tahun 1980 yang menegaskan bahwa rute penerbangan yang melewati negara ketiga harus berlaku setara bagi kedua negara, kecuali jika ada kesepakatan khusus.
BACA JUGA:Wah! Gencatan Senjata Berbuah Nyata, Bantuan Kemanusiaan Mulai Masuki Gaza
Selama ini, maskapai China masih diizinkan melintasi ruang udara Rusia, sementara maskapai AS harus menghindarinya sejak diberlakukannya sanksi terhadap Rusia pada 2022 akibat invasi ke Ukraina.
Kondisi ini dinilai menciptakan ketidakseimbangan kompetitif karena maskapai China dapat menempuh jalur yang lebih pendek dan hemat bahan bakar.
Departemen Perhubungan AS menyatakan bahwa larangan tersebut akan mencegah maskapai China memperoleh keuntungan dari rute yang lebih efisien.
“Situasi saat ini memberikan keunggulan yang tidak seimbang bagi maskapai China atas maskapai Amerika,” tulis pernyataan resmi dari Newsweek.
Kebijakan ini, jika disetujui, akan memaksa maskapai China mengambil rute alternatif yang lebih panjang sebagaimana yang sudah dilakukan oleh maskapai AS selama beberapa tahun terakhir.
Namun, larangan ini hanya akan berlaku untuk penerbangan penumpang dan tidak mencakup penerbangan kargo.
BACA JUGA:Gaspol! Kabur dari Jambi, 2 Maling Motor Ini Ditangkap Polsek Jelutung di Bandung
Pemerintah China melalui juru bicara resminya menolak keras rencana tersebut, menyebutnya sebagai tindakan sepihak yang dapat memperburuk hubungan penerbangan bilateral dan mempertinggi ketegangan ekonomi antara kedua negara.
Beijing juga menilai kebijakan itu berpotensi mengganggu stabilitas sektor transportasi udara global.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:



