Rupiah Melemah, Perbanas Soroti Arahan Pemerintah Naikkan Bunga Deposito Valas
Uang pecahan dolar AS dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing-Antara/jambi-independent.co.id-
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Nilai tukar rupiah kembali mengalami pelemahan pada pembukaan perdagangan Jumat 26 September 2025.
Berdasarkan data pasar spot Jakarta, rupiah terkoreksi 26 poin atau 0,15 persen menjadi Rp16.775 per dolar AS dibandingkan posisi sebelumnya di level Rp16.749 per dolar AS.
Chief Economist Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas), Dzulfian Syafrian, menilai salah satu faktor penyebab pelemahan rupiah adalah arahan pemerintah kepada bank-bank Himbara (Himpunan Bank Negara) untuk menaikkan suku bunga deposito valuta asing (valas).
BACA JUGA:Pemprov Jambi Siap Dukung Digitalisasi Sekolah hingga Daerah Terpencil
"Saya melihat salah satu faktornya adalah arahan pemerintah kepada para bank Himbara untuk menaikkan bunga deposito valas dengan tujuan menjaga stabilitas nilai tukar USD to IDR," ujarnya kepada ANTARA di Jakarta.
Namun, kebijakan tersebut justru menimbulkan reaksi sebaliknya di pasar. Menurut Dzulfian, investor dan pemegang rupiah memilih mengonversi dana ke dalam bentuk valas karena dianggap lebih menguntungkan. Situasi ini semakin menekan posisi rupiah terhadap dolar AS.
Ia menegaskan bahwa yang seharusnya diperkuat adalah instrumen khusus untuk mendorong masuknya aliran dana asing ke Indonesia. Instrumen tersebut antara lain devisa hasil ekspor (DHE), sekuritas rupiah Bank Indonesia (SRBI), maupun obligasi global.
BACA JUGA:Xiaomi 17 Pro Resmi Dirilis, Tampilkan Magic Back Screen dengan Kamera Leica
"Dengan catatan, hanya dana asing (capital inflow) yang mendapatkan insentif ini, sehingga meminimalisir konversi dana domestik dari IDR ke USD," jelasnya.
Lebih lanjut, Dzulfian menyebut Bank Indonesia (BI) kemungkinan besar akan melakukan intervensi apabila rupiah melemah terlalu dalam. Meski begitu, kemampuan BI menahan gejolak pasar dianggap terbatas karena cadangan devisa Indonesia tidak bisa terus-terusan dikuras.
"Apalagi isunya adalah bersifat struktural. Desain kebijakan yang mesti lebih ditingkatkan efektivitasnya,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:



