JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Navigasi tekanan fiskal sering kali dianalogikan dengan seorang kapten yang harus mengarungi badai.
Namun, metafora itu terasa kurang tepat. Tekanan fiskal yang terus-menerus dan menyempitnya anggaran bukanlah badai dadakan, melainkan sebuah kondisi yang lebih mirip dengan kapal yang perlahan-lahan karam karena kebocoran yang tak kunjung diperbaiki.
Setiap "navigasi" yang dilakukan, jika hanya berfokus pada menambal kebocoran kecil tanpa mengatasi akar masalah—lambung kapal yang keropos—hanyalah tindakan reaktif yang menunda bencana.
Dalam konteks pemerintahan daerah, tekanan fiskal yang sempit adalah realitas yang menghambat laju pembangunan.
BACA JUGA:Larangan Game Roblox, Yuk Cari Tahu Game yang Aman Untuk Anak
Visi dan misi kepala daerah yang ambisius, yang dijanjikan di hadapan publik, menjadi sekadar hiasan di atas kertas.
Ibaratnya, seorang kapten berjanji akan membawa penumpang ke pulau impian, tetapi kapal yang dipimpinnya sudah terlalu tua, bobrok, dan terus kemasukan air.
Prioritas pun bergeser, bukan lagi untuk mencapai tujuan, melainkan untuk memastikan kapal tidak tenggelam di tengah jalan.
Argumen bahwa navigasi tekanan fiskal adalah sebuah kesalahan fatal terletak pada pemikiran bahwa masalah ini bisa diselesaikan dengan manuver jangka pendek.
BACA JUGA:Wajib Tahu ! Hobi Nyanyi Punya Manfaat Untuk Kesehatan Fisik dan Mental
Pendekatan ini mengabaikan urgensi untuk mereformasi struktur fiskal secara mendalam. Kebanyakan pemerintah daerah lebih memilih untuk "menavigasi" dengan memotong anggaran, menunda proyek, atau mencari pinjaman.
Ini sama seperti membuang barang-barang berharga dari kapal yang karam, berharap beban yang berkurang akan menyelamatkan kapal.
Padahal, solusi yang seharusnya dilakukan adalah merancang ulang sistem kapal, memperkuat struktur lambung, dan mencari cara baru untuk mendapatkan bahan bakar yang lebih efisien.
Jurnal-jurnal ilmiah telah lama mengupas fenomena ini. Sebuah studi oleh Kuncoro & Susilo (2018) dalam Jurnal Kebijakan Publik menyoroti bahwa ketergantungan daerah pada dana transfer dari pusat sering kali menciptakan apa yang mereka sebut sebagai "Dutch Disease fiskal."
BACA JUGA:Walah! 100 Travel Diduga Terlibat dalam Kasus Korupsi Kuota Haji yang Diselidiki KPK