Belakangan, rekaman suara Agus Buntung yang mengancam dan memanipulasi korbannya pun beredar. Di dalam rekaman tersebut, ia kembali menegaskan ancamannya untuk "membunuh mental" para korban.
BACA JUGA:Jelang Libur Nataru, Polda Jambi Bakal Gelar Operasi Lilin 2024, Ini Jadwalnya
BACA JUGA:KPK Hibahkan Aset Mantan Bupati Lampung Utara ke Pemkot Bandar Lampung, Nilainya Rp42,9 Miliar
"Kalau kamu nangis, kujamin bakalan mati. Ini bisa kamu jadikan bukti omongan saya kirim ke orang tuamu. Membunuh bukan berarti saya membunuh, tapi membunuh mentalmu," ancam Agus di rekaman yang beredar.
Rekonstruksi yang dilakukan oleh Polda NTB mencakup tiga lokasi utama: Taman Udayana, Islamic Center, dan sebuah homestay di Mataram. Sebanyak 49 adegan diperagakan guna memberikan gambaran menyeluruh tentang peristiwa yang terjadi, termasuk interaksi antara pelaku dan korban di dalam homestay.
Selama rekonstruksi, terungkap adanya perdebatan antara Agus dan korban mengenai pembayaran kamar, yang menjadi salah satu pemicu insiden tersebut. Meskipun Agus mengklaim bahwa hubungan mereka didasarkan pada kesepakatan bersama, bukti dan kesaksian dari korban menunjukkan adanya unsur paksaan yang tidak bisa diabaikan.
Sebanyak 16 pengacara telah menyatakan kesediaan untuk membela Agus dalam kasus ini. Tim kuasa hukum menyampaikan bahwa pelaku bersikap kooperatif dalam memberikan informasi, meski sering kali argumen yang mereka ajukan menghadapi kritik dari publik.
BACA JUGA:Resmikan 2 Koramil di Tanjab Timur, Danrem 042/Gapu: Jangan Sekali-kali Menyakiti Hati Rakyat
BACA JUGA:Ketua Umum PDIP Megawati Setuju Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto
Pengacara Agus berpendapat bahwa tindakan yang dilakukan pelaku merupakan hasil kesepakatan dengan korban, suatu argumen yang menjadi titik perdebatan dalam proses hukum yang berlangsung.
Di sisi lain, para pengacara korban menekankan pentingnya menjadikan kesaksian korban sebagai bukti utama, sesuai dengan ketentuan undang-undang tentang kekerasan seksual yang berlaku.