Jalur Kematian, Sebuah Potret Pembiaran Batu Bara Jambi

Kamis 17-11-2022,11:07 WIB
Editor : Jambi Independent

Namun, efek domino tetap ada. Dengan meningkatnya produksi, terjadi peningkatan permintaan terhadap keperluan alat. Pengusaha daerah yang bergerak di bidang alat berat sejak harga batu bara naik mendapatkan efek positif. Selain itu, pengusaha logistik seperti makanan dan bahan bakar ikut merasakan manisnya harga si batu hitam.

BACA JUGA:WARNING.! Ikuti Aturannya, Gelar Nobar Piala Dunia Bisa denda Rp 1 Miliar jika Melanggar

BACA JUGA:Tips Mengobati Mata Minus Menurut dr Zaidul Akbar

Tetapi secara luas, efek ekonominya tidak dirasakan Jambi. Itu karena kebanyakan perusahaan bukan milik pengusaha lokal. Akibatnya perputaran uangnya tidak di Jambi. Meski di atas kertas, naiknya harga batu bara memengaruhi produk domestic bruto (PDRB), namun emas hitam di Jambi belum banyak berperan dan memberikan manfaat bagi rakyat.

Kembali pada harga batu bara yang tinggi tadi,  membuat eksploitasi makin menjadi, menimbulkan masalah, terutama yang paling terasa adalah angkutannya yang memonopoli jalan.

Masalah angkutan ini, substansi persoalannya adalah hak masyarakat sebagai penguna jalan yang terampas atau bahkan tereliminasi. Dalam hal ini pihak yang menderita adalah masyarakat disepanjang jalur angkutan. Masyarakat rugi waktu karena macet, mengalami depresi sosial hingga cacat atau bahkan kehilangan nyawa adalah fakta yang tak terbantahkan.

Sejak 1 Januari hingga 9 Juni 2022 saja, terpantau 176 kali kecelakaan di jalan umum di Jambi yang melibatkan angkutan batubara. Rangkaian peristiwa itu menyebabkan 41 warga tewas.

BACA JUGA:Wah Wah 

BACA JUGA:BREAKING NEWS: Berikut Nama-nama Calon PPPK Kota Sungaipenuh Lulus Administrasi

Masifnya angkutan batubara yang melintasi jalan umum untuk menuju pelabuhan di Jambi sangat meresahkan masyarakat. Banyak keluhan masuk akibat kecelakaan lalu lintas yang meningkat dengan melibatkan angkutan batubara.

Sudah pasti ada perdebatan, tentang siapa yang paling dirugikan dalam hal ini, namun kembali pada keberpihakan tadi, Gubernur tinggal memilih mau mengayomi kepentingan siapa, masyarakat atau sebagian masyarakat. Sementara rakyat terus dirugikan.

Provinsi Jambi sebenarnya, telah memiliki Perda Nomor 13 Tahun 2012 tentang larangan operasi angkutan masih belum berjalan. Jalan khusus batubara tidak pernah terealisasi.

Tuntutan masyarakat jelas, Paling tidak pemerintah mengatur ritme angkutannya jam operasi, perlu direvisi atau diberikan saja toleransi pada siang hari dengan jumlah persetiganya, supaya tidak terjadi penumpukan di malam hari. Para sopir sudah menyadari soal terjadi kepadatan lalin dan dampak lingkungan. Buktinya sampai sekarang masih ada yang bandel. Pendapatan negara boleh meningkat, tapi harus mempertimbangkan segala risiko yang akan terjadi di tengah masyarakat. 

BACA JUGA:SMAN 8 Kota Jambi Rayakan HUT ke 44 Tahun

BACA JUGA:Luncurkan KunciPlay, Ifan Seven : Berawal dari Keresahan dengan Nasib Musikus

Pemerintah provinsi berwenang mengatur soal pengangkutan hasil tambang karena sesuai UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sesuai ketentuan Pasal 7 Junto Pasal 1 angka 6, dalam hal ini Gubernur bisa mengeluarkan Pergub terkait larangan angkutan batubara melintas di jalan umum.

Kategori :