AWARDS
b9

Wacana Pengenaan Cukai terhadap Popok dan Tisu Basah Tengah Dikaji Pemerintah

Wacana Pengenaan Cukai terhadap Popok dan Tisu Basah Tengah Dikaji Pemerintah

Ilustrasi- Tangkap Layar/jambi-independent.co.id--

JAMBI - INDEPENDENT.CO.ID - Pemerintah tengah mempersiapkan langkah baru untuk memperluas kategori barang kena cukai (BKC). Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025, Kementerian Keuangan mulai melakukan kajian terhadap kemungkinan penambahan jenis barang yang akan dikenai cukai.

Beberapa produk yang masuk dalam kajian tersebut meliputi popok sekali pakai (diapers), alat makan dan minum sekali pakai, serta tisu basah.

Dalam beleid tersebut, pemerintah menyebutkan bahwa telah dilakukan penyusunan kajian potensi pengenaan cukai terhadap diapers dan produk alat makan serta minum sekali pakai.

BACA JUGA:Crosser Astra Honda Yakin Tampil Kencang di Final Kejurnas Motocross 2025

Selain itu, Kementerian Keuangan juga menyiapkan kajian lanjutan terkait ekstensifikasi cukai untuk tisu basah.

Langkah ini menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk memperluas basis penerimaan negara, termasuk melalui usulan kenaikan batas atas bea keluar produk kelapa sawit.

Tak hanya itu, dalam rencana kebijakan fiskal jangka menengah 2025-2029, pemerintah juga memasukkan sejumlah inisiatif baru seperti penerapan cukai emisi kendaraan bermotor serta cukai terhadap produk pangan olahan bernatrium tinggi (P2OB).

BACA JUGA:Menteri Nusron Arahkan Transformasi Layanan Pertanahan yang Adaptif terhadap Tuntutan Generasi Muda

Meski begitu, hingga kini pemerintah belum memberikan penjelasan rinci mengenai alasan ilmiah, sosial, atau lingkungan di balik pemilihan produk-produk tersebut sebagai calon barang kena cukai baru.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, barang kena cukai adalah produk yang memiliki karakteristik khusus dan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat atau lingkungan.

Barang-barang tersebut dikenai cukai karena konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya diawasi, atau penggunaannya dianggap perlu dibebani pungutan negara untuk menjaga keseimbangan dan keadilan sosial.

BACA JUGA:BPR Sebut PT SAS Tak Siap Dialog karena Soal Izin, Helly: Lebih 3 Kali Kita Ajak Diskusi dan Dialog, Ditolak

Kebijakan perluasan BKC ini juga berkaitan dengan upaya pemerintah meningkatkan penerimaan negara. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026, target penerimaan dari sektor kepabeanan dan cukai ditetapkan mencapai Rp336 triliun, naik dari rancangan awal sebesar Rp334,3 triliun.

Angka tersebut juga lebih tinggi sekitar Rp25,6 triliun dibandingkan outlook penerimaan cukai tahun 2025 yang diproyeksikan sebesar Rp310,4 triliun.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: