AWARDS
b9

Stunting Meroket: Faktor Daya Beli Rendah dan Intervensi Masih Seremonial

Stunting Meroket: Faktor Daya Beli Rendah dan Intervensi Masih Seremonial

Dr Noviardi Ferzi-ist/jambi-independent.co.id-

JAMBI, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Lonjakan angka stunting di Jambi dari 13,5 persen menjadi 17,1 persen bukan sekadar angka statistik, tetapi alarm keras kegagalan kolektif dalam menghadirkan kesejahteraan nyata bagi rakyat kecil.

Angka ini mencerminkan bahwa ketahanan pangan keluarga miskin masih rapuh, daya beli lemah, dan intervensi pemerintah kerap berhenti pada seremoni.

Penyebab mendasar stunting bukan hanya soal ketersediaan pangan, tetapi juga aksesibilitas rumah tangga terhadap pangan bergizi.

Studi menunjukkan, pendapatan keluarga memiliki pengaruh signifikan terhadap status gizi anak, di mana rendahnya daya beli berimplikasi langsung pada terbatasnya variasi konsumsi makanan bergizi (Purwanti et al., 2023).

BACA JUGA:Nah! NasDem Copot Ahmad Sahroni dari Wakil Ketua Komisi III DPR RI

Di Jambi, keluarga miskin yang harus bertahan dengan harga pangan yang terus meningkat jelas kesulitan menyediakan protein hewani bagi anak-anak mereka.

Sayangnya, jawaban pemerintah atas masalah ini justru lebih bersifat simbolik ketimbang struktural. Gerakan 5B—membagi beras, telur, dan sejumlah uang tunai dari sumbangan pejabat—lebih menyerupai seremoni berbagi daripada strategi penanggulangan jangka panjang.

Intervensi berbasis karitas memang bisa menolong sesaat, tetapi ia tidak menyentuh akar persoalan: ketidakmampuan ekonomi keluarga miskin untuk memenuhi gizi harian secara berkelanjutan.

Lebih dari itu, pola penanganan stunting yang diperlakukan sebagai program tambahan birokrasi memperlihatkan lemahnya keseriusan.

BACA JUGA:Cegah Stunting, Imigrasi Kerinci Bersama Kantor Camat sungai penuh berikan Nutrisi Tambahan

Penelitian terbaru menegaskan bahwa program pengentasan stunting harus berbasis integrasi lintas sektor, mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga perlindungan sosial, bukan sekadar paket bantuan pangan sementara (Rahmawati & Widyaningsih, 2022).

Tanpa penguatan sistem perlindungan sosial yang mendorong daya beli, angka stunting hanya akan berputar di tempat.

Jika dibandingkan, Jawa Tengah berhasil menurunkan angka stunting melalui program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng (5Ng) yang fokus pada pendampingan ibu hamil, intervensi gizi spesifik, serta penguatan ekonomi keluarga miskin (Setyowati et al., 2022).

Begitu pula di NTB, pendekatan Rumah Gizi Desa yang melibatkan masyarakat, kader posyandu, dan pemerintah desa, terbukti efektif menurunkan stunting karena menyentuh langsung perilaku konsumsi keluarga (Rosiana & Susilawati, 2023).

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: