Infrastruktur dan Daya Saing Daerah, Dua Catatan HUT Ke-65 Provinsi Jambi

Infrastruktur dan Daya Saing Daerah, Dua Catatan HUT Ke-65 Provinsi Jambi

Oleh : Dr. Noviardi Ferzi

Infrastruktur masih menjadi pekerjaan rumah di usia ke 65 tahun Provinsi Jambi. Saat pandemi berbagai kewajiban recofusing membuat pembangunan infrastruktur mengalami kendala anggaran. Lambatnya pembangunan infrastruktur membuat pertumbuhan daerah menjadi kurang optimal. Sebenarnya masalah infrastruktur di Jambi bukan hanya sebatas kurangnya kualitas dan kuantitas infrastruktur atau prasarana, tapi juga pada keseimbangan daya dukung infrastruktur antar wilayah, ini yang memicu koneksivitas antar kabupaten kota menjadi kurang efisien.

Laporan Global Competitiveness Report 2015-2016, yang disusun oleh lembaga World Economic Forum (WEF) di tahun 2016 menyebutkan pembangunan infrastruktur yang standar rata-rata, menyebabkan beberapa masalah besar dalam perekonomian.

Pengembangan infrastruktur di Jambi tidak sejalan dengan kecepatan pertumbuhan ekonominya sendiri, akibatnya kurangnya infrastruktur, pertumbuhan ekonomi Jambi gagal mencapai potensi penuh.

Selain masalah keterbatasan sarana dan prasarana infrastruktur, kondisi kerusakan jalan di berbagai daerah serta minimnya sarana pelabuhan menghambat peningkatan ekonomi rakyat dan daerah di Jambi. Selain itu agroindustri di Jambi juga belum berkembang optimal, padahal komoditi perkebunan karet dan sawit menjadi andalan Jambi hingga kini. Kondisi tersebut membuat masalah pengangguran dan kemiskinan di Jambi sulit dituntaskan. 

Di ulang tahun ke 65 Provinsi Jambi saat ini, pemerintah provinsi sebenarnya tak mempunyai pilihan lain selain menggenjot pembangunan infrastruktur. Upaya tersebut dilakukan untuk mendapatkan efek lanjutan atau multiplier effect dari proyek infrastruktur. Keuntungan penguatan sektor ini diyakini akan dirasakan baik dalam waktu dekat mau pun jangka panjang.

Pembangunan infrastruktur dan pengembangan ekonomi makro seharusnya memiliki hubungan timbal balik, karena pembangunan infrastruktur menimbulkan ekspansi ekonomi melalui efek multiplier. Sementara ekspansi ekonomi menimbulkan kebutuhan untuk memperluas infrastruktur yang ada, untuk menyerap makin besarnya aliran barang dan orang yang beredar atau bersirkulasi di seluruh perekonomian.

Masalah Jambi itu disini, infrastruktur tak mampu menyerap pertumbuhan ekonomi. Contoh terbaru, masalah infrastruktur di Jambi makin terasa kurang dengan polemik angkutan batu bara yang menjadi masalah sosial yang rawan konflik. Di tengah ruas jalan yang terbatas 4000 truk angkutan menguasai ruas - ruas jalan, tentu saja ini menimbulkan korban jiwa dan harta. 

Infrastruktur yang kurang memadai juga mempengaruhi daya tarik iklim investasi di Indonesia. Investor asing penuh kekhawatiran untuk berinvestasi di Jambi. Kalaupun ada investasi yang masuk sipatnya masih ekonomi ekstraktif yang mengekploitasi SDA tambang dan hutan, relatif belum ada investasi besar yang menambah nilai di sektor hilir.

Masalah Daya Saing Daerah

Hari ini ruang kesempatan untuk berkembang hanya bisa dimanfaatkan jika Provinsi Jambi memiliki modalitas kuat dan berdaya saing. Membangun daerah, terutama dalam merespon tantangan global di masa depan.

Daya saing Jambi belum sepenuhnya mampu berbasis inovasi, di mana titik tumpunya adalah efisiensi dan produktivitas dari semua stakeholders menjadi kunci memenangkan persaingan antar daerah (domestik). 

Dengan mengintegrasikan konsep daya saing dengan aspek kelestarian (lingkungan) dan pembangunan inklusif (sosial), pemetaan indeks daya saing daerah berkelanjutan (IDSDB) dilakukan.

Terdapat empat pilar utama sebagai komponen pembentuk: keberlanjutan lingkungan, ekonomi berdaya saing, sosial inklusif, dan tata kelola yang baik. Indeks tersebut bertujuan mengukur tingkat produktivitas, kemajuan, persaingan dan kemandirian suatu daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: