b9

Untung-Rugi Wilayah Pertambangan Rakyat, Menyelamatkan Rakyat atau Menanggung PETI?

Untung-Rugi Wilayah Pertambangan Rakyat, Menyelamatkan Rakyat atau Menanggung PETI?

Dr Noviardi Ferzi-ist/jambi-independent.co.id-

JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Provinsi Jambi  paradoks pertambangan rakyat yang tak kunjung selesai.

Di atas kertas, Jambi memiliki 96 Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dengan luas lebih dari 30 ribu hektare.

Namun di lapangan, praktik Pertambangan Tanpa Izin (PETI) justru lebih dominan, merusak lingkungan, menimbulkan konflik sosial, dan menghilangkan potensi fiskal daerah.

​Padahal, jika dikelola dengan baik, WPR dapat menjadi instrumen strategis untuk mentransformasi pertambangan rakyat menjadi kegiatan legal, produktif, dan berkelanjutan.

BACA JUGA:Lah! Immanuel Ebenezer Harap Dapat Amnesti dari Prabowo Usai Kena OTT KPK

Dalam kajian penulis Potensi manfaat ekonomi WPR Jambi (Rp1,1 triliun/tahun) dibandingkan dengan estimasi kerugian ekologis PETI (Rp1,5–2 triliun/tahun).

​Jika dikelola dengan baik WPR Jambi berpotensi menghasilkan Rp1,1 triliun per tahun, dengan distribusi manfaat sekitar Rp710 miliar (65%) bagi masyarakat, Rp140 miliar (13%) untuk PAD, dan Rp50 miliar (5%) dialokasikan sebagai dana lingkungan dan reklamasi.

Dengan skema ini, WPR bukan hanya menyelamatkan dapur masyarakat, tetapi juga memperkuat fiskal daerah serta menyediakan instrumen pemulihan lingkungan.

​Bandingkan dengan PETI. Aktivitas tambang liar itu memang memberi uang cepat, tetapi hampir seluruh keuntungan menguap di luar mekanisme resmi.

BACA JUGA:Bupati BBS Hadiri Rapat Paripurna, Tekankan Perubahan APBD 2025 untuk Kesejahteraan Rakyat Muaro Jambi

Negara dan daerah kehilangan pajak serta retribusi, masyarakat hanya mendapat bagian kecil dengan risiko hukum besar, dan kerusakan lingkungan ditanggung bersama.

Kajian Kementerian Lingkungan Hidup menunjukkan, setiap hektare tambang emas tanpa izin menimbulkan kerugian ekologis sekitar Rp300–Rp400 juta per tahun.

Jika PETI menguasai 5.000 hektare di Jambi, maka kerugian lingkungan bisa mencapai Rp1,5–2 triliun per tahun—angka yang justru lebih besar daripada potensi ekonomi legal dari WPR.

​Lebih parah lagi, PETI membawa konsekuensi sosial. Sungai-sungai tercemar merkuri, lahan produktif hilang, dan konflik horizontal antarpenambang semakin sering terjadi.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: