PWI Pusat
Demo di berbagai daerah menuntut Ketua PWI Henry Ch Bangun mundur dari jabatan Ketua PWI Pusat-Ist/jambi-independent.co.id-
Ternyata, perang atau tidaknya suatu negara, tergantung isi pemikiran POTUS. Masih lekat dalam ingatan, ketika Trump mengambil keputusan di detik terakhir, membatalkan menyerang Iran. Atau menyudahi perang Afganistan yang menguras duit dan tenaga Amerika. Bagi seorang Trump, doeit lebih penting ketimbang gontok-gontokan. Sebenarnya ada yang penting juga, tapi mengingat umur Mr. Trump yang sudah lanjut, jadi mungkin ga penting lagi, yaitu s***
Lagarenze 1301
Ada "lelucon" terkait kemenangan Donald Trump dalam Pilpres AS 2016, yang sampai sekarang saya masih ingat. Latar kejadian bukan di Amerika, melainkan di Indonesia. Pagi itu, 9 November 2016, saya membaca halaman pertama koran nasional. Waktu itu, koran cetak belum beraura maghrib. Ada satu tulisan yang diraster kuning dengan judul di atas lipatan. Menjadi pelengkap dari headline tentang warga AS antusias memilih. Judulnya: Hillary Clinton Berpeluang Besar Menang. Isinya: Hillary Diane Rodham Clinton menang pilpres. Ia juga disebut mencetak sejarah sebagai wanita pertama yang menjadi Presiden AS. Pokoknya, tulisan itu berisi puja-puji Hillary yang menang pilpres mengalahkan Trump. Kenapa jadi lelucon? Karena pada pagi itu, sebelum saya membaca koran tersebut, hasil Pilpres AS sudah diketahui lewat berita online. Trump yang menang, bukan Hillary.
Mirza Mirwan
Yang sering di-salah-mengerti publik kita tentang pilpres di AS adalah ini: dikira pemenang pilpres adalah peraih suara terbanyak. Padahal menang-kalah pilpres di sana ditentukan oleh suara elektoral (electoral votes), bukan suara populer (popular votes). Maka pada pilpres 2016 Hillary Clinton yang unggul 2.865.075 suara ketimbang Trump ternyata kalah dalam suara elektoral. Di AS memang orang datang ke TPS memilih gambar Biden, Trump, atau capres lain.
Tetapi sebenarnya mereka itu memilih anggota electoral college (kolese elektoral). Nah, hakikatnya, anggota kolese inilah yang memilih capres. Jumlah anggota kolese elektoral ini sama dengan jumlah anggota House (DPR) yang 435 ditambah jumlah anggota Senat yang 100, ditambah tiga dari Distrik Colombia 3 orang. Jadi totalnya 538 orang. Untuk memenangi pilpres harus memenangi setengah suara elektoral ditambah satu, 269+1= 270. Kecuali di negara bagian Maine dan Nebraska, suara elektoral (EV) itu menggunakan sistem "winner takes all".
Jadi, misalnya, di pilpres nanti Kamala Harris memenangi 28 dari 55 EV di California, maka seluruh 55 EV itu dimenangi Kamala. Tetapi tidak demikian halnya dengan di Maine dan Nebraska. Kalau Kamala hanya menang 1 EV dari 4 EV di Maine, ya hanya satu itulah suara elektoral untuk Kamala. Begitu pula dengan 5 EV di Nebraska. Jadi meraih suara populer terbanyak dalam pilpres di AS belum tentu meraih suara elektoral terbanyak. Contohnya ya Hillary Clinton dalam pemilu 2016.
iya nok
U.S.A. Ulcered Sphincter of Ass-erica V for Vendetta (2006) rating : 8,1 IMDb ; 73% rottentomatoes #sufi
Juve Zhang
Hari ini Tiongkok jadi Tuan Rumah Mempersatukan 14 Faksi Yg Ada Di Palestina termasuk Hamas dan Fatah....Setelah Sukses Jadi Juru Damai Saudi Arabia dan Iran....kini Tiongkok jadi juru Damai Palestina Bersatu....bahkan Zelensky Mengutus Mentri Luar Negeri nya ke Beijing untuk penjajakan Damai dengan Rusia....Tiongkok Juru Damai Netral....Ameriki menakutkan bagi Negara Cinta Damai...karena Raja Tukang Hasut Sana Hasut Sini....wkwkwk...Kepecayaan Itu Mahal....Banyak Negara mau Gabung BRICS terpaksa di stop dulu seleksi masuk BRiCS....Juru Damai Itu Netral....Bukan Tukang Gosok Pantat Orang.....wkwkw
Artikel ini juga sudah tayang di disway.id, dengan judul PWI Pusat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: disway.id