Memandang Strategi Ketahanan Pangan melalui Konsep 'Ekonomi Sirkular'

Memandang Strategi Ketahanan Pangan melalui Konsep 'Ekonomi Sirkular'

Novriaman Pakpahan-Ist/jambi-independent.co.id-

JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Pada tahun 2023, populasi dunia telah mencapai 8,1 milyar penduduk, dikutip dari data situs www.worldometers.info › world-population. Jika dibandingkan dari populasi penduduk 10 tahun yang lalu maka populasi pendduduk dunia telah naik sebanyak 12,5% (hampir mencapai 1 milyar penduduk).

Dari sumber yang sama, populasi penduduk dunia diproyeksikan dapat menembus 10 milyar penduduk pada tahun 2050. Di sisi lain, kapasitas bumi untuk menghasilkan sumber daya secara terus-menerus menurun drastis seiring dengan pertumbuhan populasi manusia yang eksponensial.

Berdasarkan fakta tersebut, dunia berpeluang besar untuk menghadapi krisis pangan di masa depan dan menjadi tantangan yang serius bagi ketahanan pangan dunia, termasuk Indonesia. Salah satu upaya untuk menjaga ketahanan pangan adalah menurunkan jumlah limbah dan pangan yang terbuang sia-sia.

Food and Agriculture Organizatin (FAO) melaporkan bahwa sejumlah besar limbah dihasilkan pada berbagai tahap rantai pasokan makanan dan sebagian besar disumbangkan dari produksi makanan untuk konsumsi manusia secara global.

BACA JUGA:8 Keuntungan Pinjaman KUR BRI 2023 Bagi UMKM

BACA JUGA:Tabel Pinjaman KUR BRI Minggu 8 Oktober 2023, Cek Pinjam Rp 10 Juta hingga Rp 100 Juta Disini

Kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai USD 1 triliun setiap tahun. Limbah makanan juga berdampak pada lingkungan sehubungan dengan emisi gas rumah kaca yang terkait dengan pembuangan limbah makanan di tempat pembuangan sampah, serta dalam aktivitas yang terkait dengan produksi makanan seperti pertanian, pengolahan, manufaktur, transportasi, penyimpanan, pendinginan, distribusi, dan ritel. Berbagai langkah dalam rantai pasokan makanan memiliki dampak gas rumah kaca yang semakin diperburuk ketika makanan dibuang dan hilang.

Praktek produksi dan konsumsi yang menerapkan praktek “ambil-pakai-buang” atau yang dikenal sebagai ekonomi linier memiliki dampak yang buruk terhadap ketersediaan sumberdaya alam dan tidak berkelanjutan. Ekonomi sirkular adalah gagasan yang dicanangkan untuk menurunkan limbah dan kehilangan pangan selama rantai pasok.

“Ekonomi sirkular” muncul dari keresahan dunia yang menginginkan agar sumberdaya dapat dimanfaatkan secara optimal dan efisien sehingga jumlah yang terbuang sangat kecil. Konsep ini memungkinan pemanfaatan sumber daya alam akan lebih berkelanjutan. 

Penerapan strategi Ekonomi sirkular dalam sistem pangan bervariasi tergantung jenis limbah. Tindakan terbaik untuk mengurangi limbah makanan adalah pencegahan, yang dapat diintegrasikan dalam berbagai tahap rantai pasokan makanan.

BACA JUGA:4 Shio Jadi Pemimpin Bijaksana dan Adil, Cekatan dan Pekerja Keras

BACA JUGA:Gak Mau Biasa Biasa Aja, Ini 5 Zodiak Selalu Tampil Mewah dan Perfect, Semua Serba Wah

Mencegah overproduksi, meningkatkan fasilitas kemasan dan penyimpanan, mengurangi surplus makanan dengan memastikan distribusi makanan yang seimbang, dan mengedukasi konsumen tentang perencanaan makanan yang baik, pemahaman yang lebih baik tentang tanggal kedaluwarsa, dan membeli makanan yang mungkin tidak lulus standar kontrol kualitas berdasarkan estetika adalah beberapa tindakan pencegahan untuk mengurangi pemborosan makanan yang dapat dihindari.

Untuk limbah pertanian yang tidak dapat diolah lagi menjadi produk pangan ataupun pakan masih dapat diolah melalui kompos, yang mengembalikan nutrisi ke tanah, dan digunakan untuk siklus hidup tanaman. Dalam sistem pangan sirkular, idealnya tidak ada limbah karena limbah digunakan sebagai bahan baku untuk siklus berikutnya, menciptakan sistem yang meniru regenerasi alam. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: