Minta Gaji dan Tunjangan PPPK Dianggarkan di APBN, PGRI : Jangan di APBD Karna Uangnya Tak Ada

Minta Gaji dan Tunjangan PPPK  Dianggarkan di APBN, PGRI : Jangan di APBD Karna Uangnya Tak Ada

PGRI minta gaji dan tunjangan PPPK dianggarkan di APBN bukan APBN--

JAKARTA,JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Ketum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi
meminta pemerintah untuk tidak membebankan gaji PPPK ke APBD. Menurutnya, gaji PPPK harus dianggarkan di APBN.
 
Dia mengingatkan pemerintah, status PPPK setara PNS. Sehingga seharusnya gaji dan tunjangan juga sama sumbernya.
 
Dirinyapun mendesak pemerintah untuk menyiapkan anggaran gaji dan tunjangan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di APBN.
 
Dikatakan Unifah bahwa dirinya optimistis masalah honorer dan program satu juta PPPK guru akan tuntas bila dananya masuk APBN, seperti PNS.
 
 
 
"Jangan dibebankan ke APBD, enggak cukup duitnya," seru Unifah, Minggu 31 Juli 2022.
 
Dikatakannya bahwa Pemda condong ke PNS karena semuanya ditanggung pusat, sedangkan PPPK sebagian besar dibebankan kepada daerah.
 
Akibatnya, Pemda enggan mengajukan formasi PPPK semaksimal mungkin. Lagi-lagi honorer jadi korbannya.
 
Unifah menegaskan pemerintah harus mengalokasikan anggaran tersebut di APBN, karena saat ini sudah darurat guru aparatur sipil negara (ASN). Selain itu, pemerintah berencana menghapus honorer pada 28 November 2023.
 
 
"Sebelum honorer dihapus, alihkan mereka ke PNS dan PPPK ASN (PNS dan PPPK) dengan memprioritaskan pengangkatan dari seluruh guru honorer yang ada," tegasnya.
 
Unifah menambahkan masalah status guru honorer ini menjadi salah satu topik utama dalam rapat koordinasi nasional PGRI pada 28 Juli. 
 
PGRI juga meminta pemerintah pusat dan daerah melakukan pemetaan serta kajian secara komprehensif tentang kebutuhan guru dalam jangka pendek, menengah. 
 
Dalam proses perekrutan guru sebagai ASN, PGRI mendesak agar seleksi untuk honorer dibuat terpisah. Jangan digabungkan honorer dengan pelamar umum.
 
"Seleksinya harus dibuat terpisah dengan memprioritaskan guru honorer, mengingat kebutuhan akan tenaga guru sangat mendesak dan memerlukan penanganan cepat dan progresif," tegasnya. 
 
 
 
Unifah mengungkapkan keadaan darurat kekurangan guru dalam jangka waktu lama dan berlarut-larut dalam proses penanganannya sangat merugikan dunia pendidikan di tanah air.
 
Akselerasi peningkatan kualitas pendidikan sulit terwujud apabila pemenuhan jumlah guru dan peningkatan kualitasnya tidak segera terwujud. 
 
Unifah mengatakan, PGRI sejak lama mengharapkan agar pemerintah fokus pada tata kelola guru yang lebih substansial, komprehensif, dan berkelanjutan.
 
"Pemenuhan jumlah guru, distribusi, dan peningkatan kompetensinya harus menjadi perhatian utama pemerintah untuk segera ditindaklanjuti," ucapnya seperti dikutip dari jpnn.com.
 
Rencana penghapusan tenaga honorer menuai polemik di kalangan guru honorer, sebagaimana disampaikan pemerintah melalui Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 bahwa pokok surat menyatakan hingga November tahun 2023, tidak ada lagi tenaga honorer yang bekerja di lnstansi pemerintah pusat daerah. (viz)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: jpnn.com