AI Jadi Menteri di Albania: Solusi atau Ancaman?
Diella, menteri kecerdasan bauat (AI) Albania-Barlaman Today/jambi-independent.co.id-Net
JAMBI-INDEPENDENT.COID - Perdana Menteri Albania Edi Rama mengambil gebrakan baru dalam sistem pemerintahan negaranya. Ia mengangkat Menteri yang merupakan kecerdasan buatan (AI) bernama Diella pada Kamis, 11 September 2025 pekan lalu.
Pengangkatan menteri dari kecerdasan buatan ini bertujuan untuk mengurusi segala tender publik yang rawan dikorupsi di Albania.
Keputusan Albania mengangkat Diella, asisten digital berbasis kecerdasan buatan, sebagai Menteri Pengadaan Publik memang dianggap langkah revolusioner.
Pemerintah setempat percaya AI bisa menghadirkan transparansi dan menutup celah korupsi dalam tender-tender pemerintah. Namun di balik inovasi ini, apakah ada risiko yang menghantui di baliknya?
BACA JUGA:Gebrakan Baru! Albania Angkat Menteri AI Pertama di Dunia: Diella Si Virtual Menteri Anti-Korupsi
Terdapat beberapa risiko yang mungkin terjadi. Salah satu risiko terbesar adalah soal akuntabilitas. Sebuah menteri biasanya harus bisa dimintai pertanggungjawaban atas keputusan yang diambil.
Namun, ketika jabatan itu dipegang AI, siapa yang akan bertanggung jawab jika terjadi kesalahan? Apakah pembuat algoritma, operator sistem, atau pemerintah? Ketidakjelasan ini bisa menimbulkan krisis kepercayaan publik.
Selain itu, bias algoritma juga menjadi masalah yang tidak bisa diabaikan. Meski sering dianggap netral, AI tetap bekerja berdasarkan data yang diberikan manusia.
Jika data yang dipakai mengandung bias, keputusan Diella bisa ikut terpengaruh, sehingga justru berpotensi menciptakan ketidakadilan baru dalam proses pengadaan.
Dengan kata lain, walaupun bisa mengambil keputusan sendiri, kecerdasarn buatan tetaplah dirancang oleh manusia. Hal ini kemudian yang ditakutkan jika pihak yang mengontrol sistem di balik kecerdasan buatan dapat mengatur demi keuntungan pribadi
BACA JUGA:Fakta Pulau Gag Raja Ampat, Jadi Sorotan Usai Izin Tambang Kembali Turun
Keamanan siber juga masuk dalam daftar risiko penting. AI yang terhubung dengan sistem pemerintahan rawan diretas atau dimanipulasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Walaupun teknologi keamanan semakin berkembang, risiko keamanan siber juga semakin dipertaruhkan.
Bak dua mata pisau, peningkatan kemanan siber juga dibarengi oleh peningkatan kemampuan peretasan keamanan. Bayangkan jika data tender publik bisa diakses, diubah, ataupun diambil alih hacker, dampaknya bisa sangat besar, bahkan berbahaya bagi stabilitas negara.
Tak kalah penting, risiko sosial juga harus dipertimbangkan. Keputusan untuk memberikan jabatan menteri pada AI bisa memicu perdebatan etis, termasuk soal hilangnya peran manusia dalam pemerintahan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:




