AWARDS
b9

Jejak Seorang Sultan yang Melampaui Zamannya

Jejak Seorang Sultan yang Melampaui Zamannya

Sultan Bima XIV Muhammad Salahuddin.-ANTARA-

BACA JUGA:Harga Emas Antam Hari Senin Tanggal 10 November 2025 Naik Rp8.000 menjadi Rp2,307 Juta per Gram

Langkah ini diambil pada masa yang penuh ketidakpastian, ketika sebagian wilayah Nusantara masih bimbang antara tunduk pada kekuasaan kolonial atau berdiri bersama republik muda. Dengan penuh keberanian, Sultan memilih Indonesia.

Keputusan itu bukan tanpa konsekuensi. Ia melepaskan sebagian besar kekuasaan tradisionalnya, mengubah tatanan lama yang telah berabad-abad berjalan, dan menempatkan Bima sebagai bagian dari republik yang baru lahir.

Kesetiaannya bukan hanya simbol politik, melainkan perwujudan kecintaan pada tanah air dan keberanian moral untuk menempatkan kepentingan rakyat di atas segalanya.

Sultan Muhammad Salahuddin adalah contoh bahwa kemerdekaan bukan hanya hasil perang, tetapi juga lahir dari kebijaksanaan pemimpin yang rela berkorban demi cita-cita bersama.

BACA JUGA:Islam Jambi di Tengah Islam Nusantara: Historisitas, Multipolaritas, dan Kolaborasi Melayu Jambi

Pembaharu

Lebih dari sekadar raja, Sultan Salahuddin adalah pendidik dan pembaharu sosial. Ia memahami bahwa kekuatan sejati sebuah bangsa tidak diukur dari luas wilayah atau besarnya kekuasaan, tetapi dari tingkat kecerdasan rakyatnya.

Pada masa kolonial, ketika pendidikan hanya milik kaum bangsawan, Sultan membuka sekolah umum dan agama dengan biaya pribadi. Ia memberi beasiswa kepada anak-anak miskin agar bisa belajar.

Gagasannya melampaui zamannya, menegaskan bahwa pendidikan adalah kunci kemerdekaan sejati. Bima pun tumbuh menjadi salah satu daerah dengan tingkat literasi tertinggi di Indonesia bagian timur pada masa itu.

Dalam pendidikan Islam, Sultan juga melakukan pembaruan. Ia memperluas akses pengajaran kitab agar bisa dipelajari oleh masyarakat umum, bukan hanya kalangan istana.

BACA JUGA:Waduh! Balita yang Diculik di Makassar Ternyata Dibawa ke Jambi dengan Pesawat Lion Air

Baginya, ilmu dan iman harus berjalan beriringan. Ia ingin rakyat Bima tidak hanya taat beragama, tetapi juga cerdas dan mandiri.

Selain itu, Sultan dikenal sebagai pemimpin yang terbuka terhadap perubahan. Ia mendukung organisasi pergerakan, membangun hubungan dengan tokoh nasional, dan memelihara dialog lintas kalangan.

Setelah proklamasi, ketika Belanda melalui NICA mencoba kembali menancapkan kekuasaan, Sultan dengan tegas menolak kehadiran mereka di Bima.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: