JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Dalam kehidupan sehari-hari, istilah trauma dan paranoia sering digunakan untuk menggambarkan rasa takut yang berlebihan.
Keduanya sama-sama berkaitan dengan ketidaknyamanan psikologis. Namun, meski sering terdengar mirip, trauma dan paranoia sejatinya merupakan dua kondisi yang berbeda, baik dari penyebab, gejala, maupun dampaknya pada kehidupan seseorang.
Memahami perbedaan tersebut penting agar kita lebih bijak dalam menilai kondisi diri sendiri serta lebih empatik terhadap apa yang dialami orang lain.
Menurut American Psychological Association (APA), trauma adalah satu atau sekumpulan pengalaman buruk yang memicu rasa takut signifikan serta menyebabkan ketidakberdayaan, kebingungan, disosiasi, hingga perubahan perilaku jangka panjang.
BACA JUGA:AI Dorong Transformasi Layanan Gigi: Minim Invasif dan Lebih Akurat, Menurut PDGI
Peristiwa seperti kecelakaan, kekerasan, kehilangan mendadak, maupun bencana alam sering menjadi pemicu utama trauma.
Pengalaman tersebut direkam otak sebagai ancaman besar, sehingga tubuh bereaksi kembali ketika menghadapi pemicu yang mirip.
Gejala trauma dapat berupa flashback, mimpi buruk, ketakutan terhadap pemicu tertentu, mudah terkejut, sulit mempercayai orang lain, hingga kecenderungan menghindari situasi yang mengingatkan pada kejadian buruk.
Reaksi tersebut sebenarnya merupakan mekanisme bertahan hidup yang dibuat otak untuk melindungi diri dari ancaman serupa di masa depan.
BACA JUGA:Fenomena Diabesity Jadi Ancaman Baru Kesehatan di Asia-Pasifik, Termasuk Indonesia
Berbeda dengan trauma, paranoia memiliki mekanisme yang jauh berbeda. Mengutip Healthline, paranoia adalah pola pikir yang menciptakan kecurigaan atau ketidakpercayaan tidak masuk akal terhadap orang lain, meski tidak ada bukti nyata bahwa ancaman tersebut benar-benar ada.
Paranoia bisa muncul sebagai bagian dari gangguan mental tertentu seperti gangguan kepribadian paranoid maupun gangguan psikotik.
Penderita paranoia umumnya merasa diawasi, diincar, atau dibicarakan orang lain, meskipun itu tidak sesuai kenyataan. Jika trauma muncul akibat pengalaman nyata, paranoia justru berakar dari keyakinan atau pikiran yang tidak berdasarkan fakta.
Orang dengan trauma cenderung menghindari pemicu spesifik, sedangkan penderita paranoia cenderung menghindari orang atau situasi karena merasa ada ancaman tersembunyi.
BACA JUGA:BPJS Kesehatan Pastikan Hemofilia dan Thalassemia Dijamin Penuh Program JKN