Jokowi hingga Budi Arie Angkat Bicara soal Utang Kereta Cepat Whoosh, Ini 5 Responsnya
Jokowi Dodo-/jambi-independent. co. id-
JAMBI - INDEPENDENT.CO.ID - Utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh yang kini membengkak hingga USD 7,3 miliar atau sekitar Rp116 triliun, kembali memunculkan polemik di publik.
Proyek hasil kolaborasi PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) itu dikritik karena dinilai membebani keuangan negara, terlebih setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan keberatan menggunakan APBN untuk menutup kekurangan biaya.
Beragam tokoh kemudian menyampaikan tanggapannya, termasuk mantan Presiden Joko Widodo, Budi Arie Setiadi, Mahfud Md, serta sejumlah politisi PDIP dan pihak Danantara.
BACA JUGA:Nikita Mirzani Divonis 4 Tahun Penjara dan Denda Rp1 Miliar dalam Kasus Pemerasan
Jokowi menegaskan bahwa pembangunan kereta cepat dilakukan untuk mengatasi kemacetan kronis di wilayah Jakarta, Jabodetabek, dan Bandung.
Ia menyebut, kemacetan yang telah berlangsung selama puluhan tahun menyebabkan kerugian ekonomi hingga Rp65 triliun per tahun di Jakarta saja, dan lebih dari Rp100 triliun di kawasan sekitar.
Menurutnya, proyek transportasi massal seperti MRT, LRT, dan Whoosh bukan semata bisnis mencari keuntungan, melainkan pelayanan publik untuk mengurangi kemacetan, emisi karbon, serta mempercepat mobilitas masyarakat.
Jokowi juga menilai subsidi terhadap transportasi massal merupakan bentuk investasi jangka panjang yang membawa manfaat sosial dan ekonomi, termasuk menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan baru di sepanjang jalur kereta cepat.
BACA JUGA:Presiden Prabowo Dijadwalkan Hadiri KTT APEC 2025 Bahas Ekonomi dan Perdamaian
Sementara itu, Ketua Umum Relawan Projo, Budi Arie Setiadi, menilai proyek Whoosh merupakan karya besar pemerintahan Jokowi yang membawa manfaat luas.
Menurutnya, pembangunan tersebut sudah melalui kajian matang dan layak secara teknis. Ia menegaskan bahwa utang proyek itu bukan beban, melainkan investasi jangka panjang untuk masa depan transportasi nasional.
Di sisi lain, mantan Menko Polhukam Mahfud Md mengungkap adanya dugaan mark up atau penggelembungan dana dalam proyek tersebut.
Ia mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki potensi penyimpangan. KPK pun membenarkan bahwa penyelidikan sudah berjalan sejak awal tahun 2025.
BACA JUGA:Menkeu Purbaya Prediksi IHSG Tembus 9.000 Akhir 2025, Capai 32.000 dalam 10 Tahun
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:




