34 Persen Remaja Indonesia Kesepian karena Gawai, Orang Tua Diminta Lebih Peka
Ilustrasi Kesepian Akibat Terlalu Sering Mengakses Gawai-Pexels/jambi-independent.co.id-
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Sebagian besar orang tua mungkin tidak menyadari bahwa anak-anak remajanya tengah bergulat dengan rasa kesepian.
Data terbaru dari Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) menunjukkan, dari 68 juta anak Indonesia berusia 10 hingga 24 tahun, hampir 34 persen di antaranya mengalami kesepian akibat terlalu larut dengan teknologi.
Lebih rinci, satu dari empat remaja pernah merasakan stres yang berdampak pada kesehatan mental karena minimnya interaksi sosial.
Kondisi ini terjadi lantaran penggunaan gawai yang terlalu mendominasi keseharian mereka. Fakta mengenai "34 persen remaja kesepian karena terlalu sering mengakses gawai" menjadi sinyal serius bahwa anak-anak memerlukan perhatian ekstra dari orang tua maupun lingkungan sekitar.
BACA JUGA:Tak Cuma Pajero, Pelaku Perampokan dan Pembunuhan di Talang Bakung Juga Bawa Kabur HP Korban
Jika hal ini terus dibiarkan, risiko depresi dan gangguan dalam proses belajar akan semakin besar.
Masa depan generasi penerus bangsa pun ikut terancam. Karena itu, Kemendukbangga mengingatkan agar orang tua segera mengambil langkah nyata dalam memberikan perhatian lebih kepada anak remajanya.
Perhatian yang dimaksud tidak sekadar hadir secara fisik, tetapi juga dengan hati. Orang tua diimbau untuk sesekali menyingkirkan kesibukan pekerjaan maupun kebiasaan “sok sibuk” dengan gawai, lalu mengalihkan fokus kepada anak.
Sering kali, orang tua merasa sudah cukup memberi perhatian, padahal secara psikologis remaja membutuhkan cinta tanpa syarat untuk menghadapi guncangan akibat perubahan hormonal.
BACA JUGA:Terungkap! Korban Perampokan di Talang Bakung Masih Bernafas Saat Ditemukan di Kamar
Terkait peringatan ini, reaksi orang tua bisa beragam. Ada yang percaya dan segera mengambil tindakan, namun ada pula yang meragukan dengan bertanya, "Apa betul demikian?".
Bagi yang percaya, tentu lebih mudah mencari solusi. Sementara itu, bagi yang ragu, sebaiknya juga mempertimbangkan kemungkinan bahwa keraguan tersebut tidak berdasar. Menyampingkan rasa ragu berarti ikut menyelamatkan jiwa remaja yang sedang dalam kondisi darurat perhatian.
Bentuk perhatian sederhana bisa dimulai dengan mengajak anak berbincang santai tentang hal-hal remeh, seperti cerita tentang teman sekolah, guru, atau pengalaman sehari-hari.
BACA JUGA:BREAKING NEWS! Ada Perampokan di Talang Bakung, Korban Ditemukan Tewas di Kamar
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:



