Minta Keterangan Bupati Langkat, Komnas HAM Gali Perspektif Temuan Kerangkeng Manusia

Minta Keterangan Bupati Langkat, Komnas HAM Gali Perspektif Temuan Kerangkeng Manusia

JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, JAKARTA -  Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta keterangan Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin terkait temuan kerangkeng manusia di kediamannya, Senin, 7 Februari 2022.

Permintaan keterangan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, sekira pukul 13.30 WIB. Kegiatan itu bertujuan untuk menggali perspektif Terbit terkait temuan kerangkeng manusia.

"Proses ini merupakan bagian dari pendalaman atas Peristiwa Kerangkeng Manusia dan merupakan hak dari Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin untuk menyampaikan berbagai keterangan dari perspektifnya," kata Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam melalui keterangan tertulis, Senin, 7 Februari 2022.

Anam mengatakan pihaknya ingin mengulik alasan terbit mengkerangkeng manusia di rumahnya. Permintaan keterangan ini juga merupakan hak jawab untuk Terbit dari tudingan perbudakan modern di kerangkeng tersebut.

Seperti diberitakan, Migrant CARE melaporkan dugaan perbudakan modern yang dilakukan Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin. Dugaan perbudakan modern tersebut ditandai dengan ditemukannya kerangkeng manusia di kediaman Terbit.

"Ada pekerja sawit yang bekerja di ladangnya. Kita menemukan tujuh perlakuan kejam dan tidak manusiawi yang kita duga sebagai perbudakan modern dan perdagangan manusia," kata Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin, 24 Januari 2022.

Laporan dilayangkan Migrant CARE atas aduan yang diterima dari masyarakat Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Berdasarkan aduan itu, kata Anis, Terbit diduga membangunkerangkeng manusia di rumahnya. Kerangkeng diduga digunakan untuk menampung buruh sawit setelah bekerja.

"Pertama adalah, bupati itu membangun semacam penjara ya, kerangkeng dalam rumahnya. Yang kedua kerangkeng penjara itu digunakan untuk menampung pekerja mereka setelah mereka bekerja," ucap Anis.

Selain itu, aduan yang sama juga mengungkap para pekerja diduga tidak diberi akses untuk ke mana-mana. Para pekerja juga diduga mengalami penyiksaan seperti dipukul hingga lebam dan luka.

"Yang kelima mereka diberi makan tidak layak hanya dua kali sehari, yang keenam mereka tidak digaji selama bekerja. Yang ketujuh tentu tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar," tutur Anis.

Berdasarkan aduan tersebut, kata Anis, Migrant CARE memutuskan melaporkan Terbit ke Komnas HAM. Migrant CARE menerima aduan sedikitnya terdapat 40 orang korban atas dugaan perbudakan modern tersebut.(fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: