Sudah Mengakar, Ini Biang Kerok Masalah Mafia Tanah di Indonesia

Sudah Mengakar, Ini Biang Kerok Masalah Mafia Tanah di Indonesia

Manajer Pengadaan Lahan dan Akuisisi PT. Krakatau Sarana Infrastruktur (KSI) Verri Hendry--Foto: Podcast Sofa Panas

JAKARTA, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Baru baru kasus mafia tanah mulai membuat heboh masyarakat. Padahal ternyata kasus mafia tanah bukan hal yang baru.

Karena sejarah menyebutkan perkara tersebut sudah ada sejak presiden pertama Indonesia hingga saat ini.

Mafia tanah ini seharusnya sudah diatasi sejak dulu. Sebab dengan munculnya mafia tanah,juga akan berimbas pada investasi di Indonesia.

Hal ini disampaikan Manajer Pengadaan Lahan dan Akuisisi PT. Krakatau Sarana Infrastruktur (KSI) Verri Hendry. Menurutnya,  mafia tanah pun menjadi penghambat dalam bisnis pembebasan lahan.

BACA JUGA:Minyak Dunia Merosot, DPR RI Desak Jokowi Turunkan Harga BBM

BACA JUGA:Pembangunan SMAN 12 Terkesan Lamban, Begini Kata Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Jambi

Berdasarkan pemahaman Verrie, sulit untuk menghapus mafia tanah yang ada di Indonesia, karena, masih terlalu banyak tanah yang belum terdata oleh pemerintah.

“Belum ada rumusan mafia tanah itu bisa hilang. Argumentasinya sederhana, selagi masih ada tanah yang belum terdata maka akan selalu ada mafia tanah. Lahan yang sudah terdata saja bisa dimafiakan apalagi yang belum terdata,” ungkap Verrie dalam acara podcast Sofa Panas, Kamis 8 September 2022 seperti dikutip dari JPNN.com

Berbeda dengan mafia tanah, bisnis pembebasan lahan harus mempunyai payung hukum yang kuat. Jadi, kalau mau main tanah harus tahu dulu mana yang sudah ada payung hukumnya dan mana yang belum.

“Tidak bisa sembarang bebasin lahan tanpa tahu landasan hukumnya. Kalau yang dibebaskan itu ternyata aset negara itu kan sama saja habis minum racun lalu minta ditembak,” jelas Verrie.

BACA JUGA:Ferdy Sambo Digelandang ke Bogor, Diperiksa dengan Alat Uji Kebohongan

BACA JUGA:Performa Buruk Liverpool, Dibantai Napoli 4-1 di Laga Pertama Liga Champions 2022/2023

Menurut dia, dalam bisnis pembebasan lahan itu ada istilah biong atau pemodal. Jadi, ketika seseorang sudah mempunyai izin untuk membangun perumahan misalnya, maka langkah selanjutnya adalah mendekati pemilik lahan di kawasan itu.

Biasanya, kata Verrie, pemilik lahan enggan melepas lahan kepada developer. Di sini lah peran biong muncul. Mereka yang akan langsung melakukan pendekata langsung kepada pemilik lahan.

Misanya, si A mau beli lahan itu 200 per meter persegi, maka biong itu akan langsung mendekati pemilik lahan, jual saja ke saya, saya bayar sekarang 50 meter persegi, kalau jual ke developer kan belum tahu kapan akan dibayar,” kata Verrie. Verri menjelaskan negosiasi dalam pembebasan lahan tidak melulu harus melibatkan uang. Kadang, pemilik lahan adalah orang yang berkecukupan dan tidak mau lahannya dilepas.

 
 

Dia pun punya jurus jitu dalam menghadapi kasus seperti itu, yakni dengan profiling untuk lebih mengenal si pemilik lahan sehingga bisa melakukan komunikasi lebih bagus.

Dia menambahkan Krakatau Sarana Infrastrutur saat ini tengah membebaskan lahan di kawasan tiga. Dari total 420 hektare tinggal 86 hektare yang masih belum dibebaskan.

Verrie menyebut proses negosiasi masih terus berlanjut dan 40 persen dari 86 hektare itu sudah dalam proses pembebasan lahan.

Krakatau Sarana Infrastruktur selalu berpegangan pada payung hukum dalam melakukan proses pembebasan lahan.

BACA JUGA:Liga Champions: Lewandowski Haus Gol, Barcelona Menang 5-1 Hadapi Viktoria Plzen

BACA JUGA:Ferdy Sambo Digelandang ke Bogor, Diperiksa dengan Alat Uji Kebohongan

Verrie mempunyai prinsip dalam menjalankan tugasnya sehari-hari yaitu semua tidak harus selesai hari ini.

“Let it flow saja, jadi gak harus semua kelar hari ini. Saya itu memegang prinsip tepuk pramuka, di sini senang, di sana senang,” pungkas Verrie. *

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: jpnn.com