Warga Perlu Tahu! 4 Modus Kejam Mafia Tanah Bikin Kepemilikan Lahan Raib Seketika
Ilustrasi-Ant/jambi-independent.co.id-
JAMBI - INDEPENDENT.CO.ID - Memiliki aset tanah memang menjadi investasi yang menjanjikan karena nilainya terus meningkat setiap tahun. Namun, menjaga dan melindungi kepemilikan tanah bukan perkara mudah.
Banyak pemilik lahan harus menghadapi ancaman dari pihak-pihak tidak bertanggung jawab, salah satunya mafia tanah yang kerap memanfaatkan celah hukum untuk merebut hak milik orang lain.
Pengacara properti Muhammad Rizal Siregar mengungkapkan bahwa mafia tanah memiliki cara-cara luar biasa untuk menguasai lahan milik warga.
BACA JUGA:Gunung Semeru Erupsi Delapan Kali, Kolom Abu Capai 800 Meter di Atas Puncak
Mereka tak segan memalsukan dokumen hingga bekerja sama dengan oknum aparat demi melancarkan aksinya.
Oleh karena itu, setiap pemilik tanah perlu memahami berbagai modus yang sering digunakan agar tidak menjadi korban berikutnya.
1. Penguasaan Fisik Tanah
Modus yang sering terjadi adalah penguasaan fisik lahan. Mafia tanah akan menjual lahan tersebut kepada pihak lain seperti pengembang. Pembeli kemudian membangun di atas tanah itu, sehingga lahan tersebut tampak sah sudah dikuasai secara fisik, padahal kepemilikannya hasil manipulasi.
BACA JUGA:China Luncurkan Wahana Antariksa Berawak Generasi Baru Mengzhou-1 pada 2026
2. Pemalsuan Dokumen Tanah
Salah satu modus paling umum yang dilakukan mafia tanah adalah memalsukan dokumen kepemilikan. Mereka bisa meniru surat jual beli hingga membuat sertifikat palsu seolah-olah tanah tersebut sah milik mereka. Menurut Rizal, tanah yang belum bersertifikat menjadi sasaran empuk karena dokumennya masih menggunakan girik, rincik, atau Letter C yang mudah dipalsukan. “Girik itu tidak teregistrasi dengan baik, sehingga sangat mudah dipalsukan,” ujarnya.
3. Kolaborasi dengan Oknum Petugas
Mafia tanah tidak bekerja sendiri. Dalam banyak kasus, mereka menggandeng oknum aparat atau pejabat desa untuk mempermudah proses pengambilalihan lahan. Oknum tersebut bisa berasal dari tingkat kepala desa, lurah, hingga petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN). “Biasanya ada keterlibatan pihak-pihak sekitar seperti aparat desa atau lurah,” jelas Rizal.
BACA JUGA:Mulai 3 November! Ini Tarif Baru untuk Pendakian Gunung Rinjani
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:



