Kritisi Cara OJK Kelola Kredit Bermasalah, Misbakhun : Belum Ada Desain Besarnya

Kritisi Cara OJK Kelola Kredit Bermasalah,  Misbakhun : Belum Ada Desain Besarnya

Mukhamad Misbakhun kritisi OJK-Foto: Ricardo-Jpnn.com

JAKARTA, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID  -Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai belum bekerja secara maksimal dalam mengatasi kredit bermasalah.

Hal ini disampaikan Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan Menkeu Sri Mulyani, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu 31 Agustus 2022.

 Misbakhun mengaku belum melihat desain besar dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang penyelesaian kredit berisiko atau loan at risk (LAR) dan non-performing loan (NPL) alias kredit macet di perbankan swasta.

Oleh karena itu, Misbakhun meminta lembaga yang dipimpin Mahendra Siregar ini segera menyusun desain besar tentang penyelesaian loan at risk (LAR) dan NPL.

BACA JUGA:Pulang Latihan Kuda Lumping, Warga Kedemangan Kabupaten Muaro Jambi Dibegal

BACA JUGA:Waduh, Kepala Bayi Putus Saat Persalinan, Keluarga Ancam Lapor Polisi

Dia menyatakan bahwa harus ada manajemen risiko yang mumpuni agar kredit bermasalah tidak mengganggu perekonomian.

“Saya belum melihat sebuah desain besar dari OJK bagaimana dengan loan at risk dan NPL yang mempunyai potensi sangat besar ini, apakah mereka dibiarkan stay di perbankan, atau mereka dikeluarkan dari situ,” ujar Misbakhun sepertk dikutip dari JPNN.com

Legislator Partai Golkar itu menambahkan ketiadaan manajemen risiko akan berdampak besar bagi perekonomian ketika ada persoalan.

“Risikonya besar karena manajemen risiko sektor swastanya yang belum bisa kita kelola,” katanya.

BACA JUGA:Warga Jambi, Hati-hati ke Palembang, Mulai 5 September Ada Proyek Tol Palembang-Betung di Kabupaten Banyuasin

BACA JUGA:Kecelakaan Truk Batu Bara di Tempino, Dewan Minta Percepat Pembangunan Jalan Khusus

Misbakhun menjelaskan tingkat restrukturisasi kredit di kisaran 26-30 persen dari total pinjaman yang disalurkan perbankan.

“Itu, kan, menunjukkan ada loan at risk begitu tinggi di sana,” tuturnya.

Per Juli 2022, debitur yang masuk program itu mencapai 2,94 juta, sedangkan pada Juni 2022 masih di angka 2,99 juta. “Kredit restru Covid-19 dan jumlah debitur terus bergerak melandai,” ujarnya. *

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: jpnn.com