Bertekad Hapus Stigma Negatif Suku Anak Dalam, Rismawan Terjun Langsung Mengajar Anak-anak SAD, Ini Kisahnya

Bertekad Hapus Stigma Negatif Suku Anak Dalam, Rismawan Terjun Langsung Mengajar Anak-anak SAD, Ini Kisahnya

Rismawan saat mengajar anak-anak Suku Anak Dalam di Jambi. --

Tak hanya sampai di situ, Wawan juga bercerita dengan semangatnya bahwa selama ia bergabung menjadi pengajar banyak sekali pengalaman menarik, khususnya saat pertama kali ia bertemu dengan anak-anak dari Suku Anak Dalam.

“Bayangkan saja, saya ditantang oleh anak-anak umur 10 sampai 15 tahun untuk berhitung, waaah dalam hati tentu saja saya merasa tertantang,” ungkap Wawan. Pada saat itu, dirinya tidak serta merta diterima oleh SAD ketika memutuskan untuk mengajar.

BACA JUGA:Laporan MUA Jambi yang Digerebek dengan Suami Orang Terus Diproses Polda Jambi, Begini Perkembangannya

BACA JUGA:Nasib Bandar Ganja Jambi, Baru Jual 5 Kilogram Ganja Sudah Ditangkap Polisi

Banyak sekali tantangan dan kendala awalnya. Wawan tak patah semangat. “Ini salah, berarti kamu bukan guru,” kata salah satu anak SAD yang ia ajar. Itu satu dari sekian penilaian awal yang Wawan dapatkan pertama kali.

Dengan kegigihan dan niat baik Wawan, ia terus mencari ide dan cara bagaimana bisa perlahan-lahan masuk dan diterima dengan baik sebagai pengajar, sehingga akhirnya terpikirkan oleh Wawan bahwa anak-anak SAD sangat tertarik dengan hal-hal baru.

“Anak-anak masih belum bisa kami ajarkan layaknya anak-anak pada umumnya, jadi kami sebagai pengajar tidak langsung ajarkan baca tulis hitung, nanti mereka kaget,” cerita wawan.

Salah satu hal baru yang dilakukan oleh Wawan dan pengajar lainnya untuk mengajar adalah ikut anak-anak pergi ke sungai, ajak mereka bermain ke luar dan tentunya para pengajar ikut turun bermain Bersama, dengan maksud agar anak-anak lebih terbuka dan akrab dengan para pengajar.

BACA JUGA:Mas Bechi Bakal Jalani Sidang Online, Ini Alasannya

BACA JUGA:Hanya Satu Minggu, Untuk Ungkap Kasus Penembakan Anatara Polisi di Rumah Kadiv Propam Ferdi Sambo

“Nah di sungai itu kita cari celah gimana caranya pelan-pelan sambal ajarkan pelajaran, misalnya saya coba ajarkan berhitung ikan-ikan yang ada di sungai” katanya sambil mengenang. “Ketika mereka mulai merasa tertarik baru kami memberikan alat-alat tulis bagi anak-anak tersebut,” tambah Wawan.

Wawan bercerita bahwa tahun 2019 diadakan program kelas jauh (Sekolah formal di SD Negri 191 Pematang Kabau) dari Balai Taman Nasional Bukit Duabelas. Program tersebut ditujukan kepada anak-anak yang sudah cukup umur serta karakter dan akademinya sudah mampu untuk bersaing dengan anak-anak di desa pada umumnya dan dibantu administrasi, seragam, alat tulis, serta perlengkapan sekolah lainnya beserta uang saku.

“Mulai dari KTP, akte lahir, dan KTP orang tua semuanya disiapkan untuk didaftarkan ke sekolah SD formal,” kata anak muda tersebut. Untuk tetap bertahan, Wawan bercerita jika dahulu melakukan pendekatan dilakukan kepada orang tua agar orang tua merasa terbuka kepada pengajar. 

“Jika pendekatan langsung dilakukan kepada anak-anak belum tentu saya dan yang lainnya langsung diterima,” katanya. Menurut Wawan hal tersebut sudah berbeda dengan sekarang karena dari anak-anak yang sudah lebih besar atau sudah terbentuk.

BACA JUGA:Benarkah Orang Mabuk Biasanya akan Berkata Jujur? Ini Penjelasannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: