Harga TBS Sawit Anjlok Sejak Larangan Ekspor CPO Diberlakukan, DPR Minta Pemerintah Lakukan Ini

Harga TBS Sawit Anjlok Sejak Larangan Ekspor CPO Diberlakukan, DPR Minta  Pemerintah Lakukan Ini

Meskipun kran ekspor minyak goreng serta CPO telah kembali di buka, namun terdapat 3 aturan baru ekspor minyak goreng yang di keluarkan oleh Mendag.--

JAKARTA - Pasca pemerintah melarang ekspor CPO, harga kelapa sawit semakin anjlok. Hal ini membuat anggota DPR RI angkat bicara.
 
Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR RI meminta pemerintah serius dalam memperhatikan hal ini. Dirinya meminta 
pemerintah sungguh-sungguh memperhatikan nasib para petani kelapa sawit. 
 
Kami minta pemerintah sungguh-sungguh memperhatikan nasib para petani sawit rakyat tersebut,” kata Mulyanto dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat 6 mei 2022.
 
 
 
Untuk menghindari dampak negatif kebijakan pelarangan ekspor crude palm oil (CPO) terhadap petani, dia meminta pemerintah membeli sawit rakyat, 
 
Mulyanto menambahkan bahwa saat ini pandemi belum berakhir dan daya beli mereka masih lemah. 
 
Sehingga pemerintah harus bertanggung jawab atas kebijakan yang diputuskannya.  Terutama kepada pihak yang paling rentan terdampak. 
 
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan sebaiknya pemerintah memberikan insentif kepada para petani sawit rakyat tersebut. 
 
"Pemerintah harus bertanggung jawab atas kebijakan yang diputuskannya, terutama kepada pihak yang paling rentan terdampak. Terutama saat ini pandemi belum berakhir," ujarnya.
 
Menurutnya, setelah kebijakan larangan ekspor CPO diberlakukan, harga tandan buah segar (TBS) sawit hasil produksi petani menjadi anjlok. 
 
Harga TBS yang sebelumnya mencapai Rp 3.000-Rp 4.000, kini hanya dihargai Rp 1.200-Rp 1.600 per kilogram.
 
“Akibatnya, petani menjadi rugi dan serbasalah untuk menjual hasil kebunnya,” tambahnya.
 
Menurutnya, salah satu insentif yang penting untuk meringankan petani sawit rakyat adalah melalui penyerapan terhadap produk TBS tersebut dengan harga yang wajar. Misalnya, lanjut Mulyanto, dengan membeli dan mengolah biofuel atau bahan bakar nabati yang bersifat mandatori dari sawit rakyat.
 
Dia mengatakan Komisi VII DPR bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah sepakat meningkatkan kuota solar bersubsidi menjadi 17 juta kiloliter untuk 2022, dari sebelumnya yang sekitar 15 juta kiloliter.
 
Dengan program 30 persen biofuel (B30), katanya, maka minyak sawit mentah lebih dari 5 juta kiloliter dapat terserap. 
 
Jika program tersebut dapat ditingkatkan menjadi B40 atau B50, maka serapan minyak sawit mentah rakyat dapat ditingkatkan.
 
Selain itu, lanjutnya, pemerintah harus mendorong BUMN di sektor perkebunan beserta anak perusahaannya yang mengolah hasil perkebunan untuk meningkatkan penyerapan produk TBS petani sawit rakyat. 
 
 
 
Hal itu akan cukup menolong para petani sawit rakyat selama masa pelarangan ekspor CPO.
 
Berdasarkan data Kementerian Pertanian di 2019, luas lahan sawit rakyat tercatat mencapai 5,9 juta hektare atau sekitar 41 persen dari luas total lahan sawit nasional. Sementara lahan BUMN hanya 4 persen dan sisanya sebesar 55 persen merupakan lahan sawit dari swasta besar seperti yang dikutip dari jpnn.com.
 
Dengan penerapan kebijakan pelarangan ekspor CPO tersebut, maka proporsi sawit rakyat menjadi terdampak cukup besar. (viz)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: