UNJA Dorong Kemandirian Suku Anak Dalam Lewat Produk Herbal dan Rumah Produksi
UNJA Dorong Kemandirian Suku Anak Dalam Lewat Produk Herbal dan Rumah Produksi-IST-
JAMBI, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID – Universitas Jambi (UNJA) terus menunjukkan komitmennya dalam pemberdayaan Suku Anak Dalam (SAD) yang selama ini hidup dengan tradisi berburu dan meramu di kawasan Taman Nasional Bukit 12. Program besar ini tidak hanya berorientasi pada peningkatan ekonomi, tetapi juga menyasar aspek sosial dan pendidikan agar komunitas adat terpencil tersebut mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.
Sejak 2021, tim Fakultas Pertanian UNJA yang dipimpin oleh Dr. Fuad Muchlis, S.P., M.Si., bersama Ir. Elwamendri, M.Si., aktif mendampingi komunitas SAD untuk mengembangkan kearifan lokal mereka. Fokus utama diarahkan pada pemanfaatan tanaman obat tradisional, terutama daun selusuh yang secara turun-temurun dipercaya membantu proses persalinan.
Menurut Ir. Elwamendri, pendampingan ini lahir dari keprihatinan terhadap kondisi SAD yang masih rentan secara sosial maupun ekonomi. “Mereka kerap mendapat stigma negatif, padahal ruang hidup mereka semakin menyempit. Karena itu, kami ingin mendorong agar mereka mandiri, baik secara ekonomi, sosial, maupun pendidikan,” ujarnya, Selasa 30 September 2025.
Pada 2022, program ini berkembang pesat melalui dua langkah utama. Pertama, konservasi ex situ, yakni membudidayakan tanaman herbal seperti selusuh, akar penyegar, dan akar pengendur urat di luar kawasan hutan. Langkah ini diharapkan bisa mengubah pola pikir SAD dari sekadar mengumpulkan hasil hutan menjadi pembudidaya aktif.
BACA JUGA:Ketua DPRD Provinsi Jambi Kawal Aspirasi Warga Hingga ke Senayan
Kedua, UNJA mendirikan Rumah Produksi Herbal yang melibatkan mahasiswa dalam mengolah bahan mentah menjadi produk higienis dan siap jual. Dari sini lahir berbagai produk unggulan seperti Teh Selusuh, pil akar penyegar, dan balsem pengendur urat, yang sudah mulai diperkenalkan ke publik melalui berbagai bazar.
Selain itu, UNJA membentuk kelembagaan ekonomi lokal bernama Kelompok Obat Herbal Pusako, yang telah disahkan pemerintah desa serta Kementerian Hukum dan HAM. Kelompok ini berfungsi melindungi hak kekayaan intelektual kearifan lokal SAD sekaligus memperkuat posisi mereka dalam rantai ekonomi.
Dr. Fuad menegaskan, meski produk herbal SAD mulai dikenal, masih ada tantangan besar yang harus dihadapi. “Kami sudah mendapat arahan dari BPOM. Namun, agar bisa memperoleh izin edar, dibutuhkan standar produksi dan fasilitas yang lebih memadai,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan, pendampingan tidak bisa berhenti di tengah jalan karena keterbatasan sumber daya manusia dan modal. Untuk itu, UNJA membuka peluang kolaborasi dengan berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, pengelola Taman Nasional, perusahaan yang memiliki program CSR, hingga LSM.
BACA JUGA:Antisipasi Pelangsir BBM Bersubsidi, Polresta Jambi Patroli dan Monitoring ke SPBU
“Dukungan dari banyak pihak sangat penting, tidak hanya dalam hal pembiayaan, tetapi juga pemasaran produk melalui jaringan bisnis mereka. Dengan begitu, kemandirian ekonomi SAD bisa benar-benar terwujud,” pungkas Dr. Fuad.
Upaya ini bukan sekadar soal ekonomi, tetapi juga menjaga kearifan lokal agar tidak hilang ditelan zaman. UNJA menegaskan, kolaborasi lintas sektor adalah kunci agar Suku Anak Dalam dapat hidup sejajar dengan masyarakat lain—mandiri, sejahtera, sekaligus tetap menjaga identitas budaya mereka.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:



