Keliru Soal Akar: Fiskal APBD Bisa Malfungsi
Dr Noviardi Ferzi-ist/jambi-independent.co.id-
BACA JUGA:Menbud Kunjungi Rumah Bung Hatta dan Bahas Hibah Barang Bersejarah
Menyebut pariwisata, sawit, tambang, dan UMKM sebagai “sumber PAD” provinsi perlu hati-hati. Banyak pungutan di sektor itu merupakan kewenangan pemerintah pusat atau pemerintah kabupaten/kota.
Provinsi hanya mengelola jenis pajak tertentu seperti Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok.
Artinya, meskipun sektor unggulan tumbuh, dampak langsung terhadap PAD provinsi tetap terbatas tanpa revisi regulasi pembagian kewenangan fiskal.
Rekomendasi seperti zero-based budgeting atau reformasi BUMD memang ideal di atas kertas. Namun, praktik anggaran daerah kerap dikendalikan oleh logika politik di DPRD, yang cenderung mempertahankan incremental budgeting.
BACA JUGA:Tips dan Trik Hemat Cas Mobil Listrik, Biar Tagihan Listrik Nggak Bikin Kaget
BUMD pun sering terjebak masalah modal, tata kelola, dan intervensi politik sehingga target dividen signifikan jarang tercapai.
Optimalisasi aset idle juga memerlukan sinkronisasi hukum pertanahan yang prosesnya tidak singkat. Tanpa memahami hambatan politik dan hukum ini, solusi akan berhenti di level normatif.
Di luar masalah struktural di atas, pembicaraan mengenai defisit APBD juga perlu menyentuh aspek alokasi belanja. Sering kali, belanja prioritas tidak didasarkan pada skala urgensi dan efektivitas untuk memacu pertumbuhan, melainkan pada komitmen politik jangka pendek atau bahkan ego sektoral.
Belanja daerah terkadang lebih didominasi oleh belanja rutin yang tidak produktif, seperti belanja pegawai yang membengkak, atau alokasi untuk program-program seremonial dan proyek mercusuar yang tidak memiliki multiplier effect signifikan terhadap perekonomian lokal.
BACA JUGA:Harap Sabar! Macet Lagi di Sirih Sekapur Bungo Sepanjang 3 Kilometer
Kesalahan dalam prioritas ini menciptakan defisit yang tidak produktif karena tidak menghasilkan aset strategis atau memperluas basis ekonomi.
Analisis mendalam menunjukkan bahwa alokasi belanja yang timpang, di mana belanja modal untuk infrastruktur dasar seperti jalan, irigasi, dan sanitasi justru minim, dapat menghambat daya saing daerah.
Menurut Halim (2021) dalam Manajemen Keuangan Daerah, kesalahan alokasi belanja menjadi salah satu penyebab utama defisit yang tidak sehat, karena defisit yang terjadi tidak sebanding dengan manfaat ekonomi yang dihasilkan.
Seharusnya, defisit yang diambil diimbangi dengan investasi pada sektor-sektor yang dapat mendorong produktivitas dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:



