Proyeksi Ekonomi Jambi 2026
Noviardi Ferzi-dok/jambi-independent.co.id-
BACA JUGA:Kebakaran Hebat Landa SPBU di Bungo, 1 Pompa dan 1 Mobil Hangus Terbakar
Rendahnya belanja modal dan minimnya agenda industrialisasi daerah melalui APBD membuat struktur pasar kerja Jambi tetap rapuh dan mudah tertekan ketika terjadi perlambatan ekonomi.
Indikator kemiskinan menunjukkan pola yang serupa. Tingkat kemiskinan Jambi pada 2026 diproyeksikan hanya turun ke kisaran 6,7 hingga 6,9 persen.
Penurunan ini lebih disebabkan oleh belanja perlindungan sosial dan stabilitas harga kebutuhan pokok, bukan oleh peningkatan pendapatan riil masyarakat secara luas. APBD masih berfungsi sebagai bantalan sosial, belum sebagai instrumen transformasi ekonomi yang mampu memutus kemiskinan struktural.
Ketimpangan pendapatan juga diperkirakan stagnan, dengan rasio gini berada di kisaran 0,32 hingga 0,33. Pertumbuhan ekonomi cenderung terkonsentrasi pada sektor dan kelompok tertentu, sementara manfaatnya belum terdistribusi secara merata.
BACA JUGA:Kasus Penghinaan Suku Sunda oleh Streamer Resbob Viral, Warga Minta Proses Hukum Secepatnya!
Struktur belanja APBD 2026 belum menunjukkan keberpihakan fiskal yang kuat untuk mengoreksi ketimpangan tersebut, karena alokasi belanja produktif yang menjangkau UMKM, desa, dan sektor bernilai tambah masih terbatas.
Secara agregat, kontribusi APBD Provinsi Jambi terhadap pertumbuhan ekonomi 2026 diperkirakan hanya sekitar 0,6 hingga 0,8 persen terhadap PDRB. Ini menegaskan bahwa APBD masih berperan sebagai instrumen stabilisasi, bukan akselerasi.
Pertumbuhan ekonomi Jambi lebih banyak ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan aktivitas sektor swasta, sementara pemerintah daerah belum memainkan peran strategis sebagai pengarah pembangunan ekonomi.
Dengan struktur seperti ini, tantangan ekonomi Jambi bukan semata-mata kekurangan anggaran, melainkan ketiadaan terobosan kebijakan fiskal.
BACA JUGA:Antusiasme Tinggi, Tiket Premiere Avatar: Fire and Ash di Jamtos Sold Out
Tanpa keberanian menggeser orientasi belanja dari rutinitas ke produktivitas, tanpa strategi serius memperluas basis PAD, dan tanpa desain belanja yang mendorong hilirisasi serta penciptaan nilai tambah, ekonomi Jambi berisiko terus berada dalam jebakan pertumbuhan moderat yang berulang.
Tahun 2026 sejatinya dapat menjadi momentum konsolidasi menuju pertumbuhan yang lebih berkualitas dan inklusif. Namun hal itu hanya mungkin terjadi jika APBD diperlakukan sebagai alat kebijakan ekonomi, bukan sekadar dokumen administratif.
Tanpa perubahan arah tersebut, Jambi akan tetap tumbuh, tetapi tanpa lompatan, stabil namun rapuh, dan berjalan tanpa transformasi yang berarti.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:



