JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, Kota Jambi, Jambi – Kuasa hukum Yuli, menghadirkan pasangan suami istri, Eddy Kelana Wijaya dan Poulina, sebagai saksi dalam permohonan praperadilan melawan Polda Jambi. Dalam sidang yang dipimpin hakim tunggal Ritis Chandra, saksi diperiksa secara terpisah, Rabu (29/9), melalui sambungan aplikasi metting room.
Dalam keteranganya, Teddy mengungkapkan, pada 3 September 2021, rumahnya didatangi anggota kepolisian dari Polda Jambi. Kedatangan tersebut untuk menangkap Yuli, rekan bisnisnya.
Namun, saat penangkapan, pihak kepolisian tidak dapat menunjukkan surat penangkapan.
Sehingga saksi dan istri menolak Yuli dibawa anggota tersebut. Terjadi perdebatan hebat antara saksi dengan anggota kepolisian terkait surat penangkapan.
Hingga akhirnya, malam itu Yuli tidak berhasil dibawa oleh tim dari Polda Jambi.
Yuli baru berhasil dibawa, pagi 4 September 2021 setelah terjadi negosiasi alot. “Waktu itu, menurut saksi dalam persidangan tadi (kemarin, red) tim Polda Jambi tidak dapat menunjukkan surat penangkapan terhadap Yuli,” jelas Eva L Rahman, didampingi dan Rico Vino, kuasa hukum Yuli usai sidang.
Menurut mereka, meski gagal membawa Yuli malam itu, namun anggota polisi mengepung kediaman saksi hingga pagi harinya. Keduanya dengan tegas menjelaskan, polisi tidak memperlihatkan surat perintah penangkapan. Saksi ini mengetahui dan melihat langsung penangkapan tanpa surat penangkapan.
Surat penangkapan 4 September diserahkan di bandara setelah penangkapan terjadi. “Berarti tanggal 3 September 2021 itu tidak ada surat penangkapan, adanya ditanggal 4 September. Pada tanggal 3 September,” tegas Eva.
Pada 3 September sampai pagi 4 September, lanjut Rico Vino, posisi kliennya masih di dalam rumah saksi Eddy. Sejak malam sampai pagi, polisi yang melakukan penangkapan bertahan di rumah saksi. “Pagi hari itu (4 September 2021) pun, ketika mau dibawa ke bandara menuju Jambi, ibu Yuli juga tidak menerima sepucuk surat perintah penangkapan,” jelas Vino.
Selai itu, dari pembuktian di persidangan, ada beberapa bukti asli yang tidak dapat ditujukkan. Salah satunya adalah PO pembelian. “Ada beberapa bukti tidak ada asli, termasuk PO dipakai polisi yang menyatakan Yuli sebagai tersangka. Itu tidak ada aslinya. Bukti cek kosong, tidak dilampirkan pada saat persidangan lalu. Ini adalah perkara perdata yang dipaksakan menjadi perkara pidana oleh Polda Jambi,” ungkapnya.
Sementara kuasa termohon, Martino Roy Ginting, mengungkapkan, pada saat malam 3 September, saksi bertemu dengan seorang pria bertopi biru. Saat itu, saksi menolak melihat dokumen yang dibawa oleh pria tersebut. Sebaliknya, saksi Teddy malah memoto wajah pria bertopi itu.
Selain itu, saat itu tim Polda Jambi didampingi ketua RT setempat dan memiliki bukti rekaman video penolakan saksi menyerahkan Yuli yang telah ditetapkan sebagai DPO kasus dugana penipuan. “Kami punya rekaman video, saksi menolak saat seorang pria bertopi biru memperlihatkan surat. Saksi malah foto-foto pria itu,” ungkap Ginting.
Menurut saksi, karena saat itu tidak dapat menunjukan surat penangkapan, makanya pintu pagar rumah tidak dibuka saksi. “Rumah saya didatangi lima orang pakai baju polisi, katanya dari kepolisian mau menjemput ibu Yuli. Tapi mereka tidak menunjukkan surat penangkapan, makanya tidak saya bukain pintu pagar,” tegas saksi.
Menurut Ginting, surat penangkapan itu atas nama Yuli anak dari Abdullah, sehingga harus diperlihatkan langsung kepada yang bersangkutan. “Saat itu, istri saksi meminta ada surat, tapi kan bukan untuk saksi, melainkan untuk Yuli. Kami punya rekaman video yang merekam kejadian,” ungkap Ginting. (Ira/rib)