Ferry Irwandi Disorot Langgar Etika Publik oleh Pakar, Begini Penjelasannya

Senin 08-12-2025,20:10 WIB
Reporter : Akmal
Editor : Akmal

JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID Konten kreator Ferry Irwandi kembali menjadi sorotan usai unggahannya mengenai dugaan pelecehan seksual di lokasi bencana alam di Sumatera menuai kritik dari pakar komunikasi.

Pakar Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Indonesia, Syurya Muhammad Nur, menilai narasi yang dibangun Ferry telah melanggar etika komunikasi publik dan bisa berdampak buruk bagi korban maupun masyarakat luas.

Dalam keterangannya kepada wartawan pada Senin (8/12/2025), Syurya menegaskan bahwa penyampaian isu sensitif, terlebih terkait kekerasan seksual, tidak boleh dilakukan tanpa verifikasi yang kuat.

“Penyampaian isu pelecehan seksual di lokasi bencana yang disebarkan lewat konten oleh Ferry ini tanpa verifikasi memadai dan berpotensi melukai psikologis korban,” ujarnya.

BACA JUGA:Akhirnya Ketemu! Korban Mobil Masuk Jurang di Muara Emat Terbawa Arus Hingga 43 Kilometer

Menurut Syurya, situasi darurat bencana seharusnya menjadi ruang bagi pesan empati, edukasi, dan solidaritas, bukan eksploitasi isu sensitif untuk meningkatkan popularitas atau engagement.

Ia menilai langkah Ferry memanfaatkan isu kekerasan seksual secara dramatis merupakan bentuk pelanggaran etika yang serius.

“Isu kekerasan seksual sangat sensitif. Ketika disampaikan secara serampangan demi membangun narasi dramatis, itu jelas melanggar etika komunikasi publik,” tambahnya.

Selain isu pelecehan, Syurya juga mengkritik cara Ferry membingkai gerakan donasinya. Menurutnya, narasi yang dibangun Ferry kerap menggiring opini seolah negara tidak hadir dalam penanganan bencana.

BACA JUGA:Keren! Dirut Bank Jambi Raih Penghargaan Top 100 CEO 2025

Dalam perspektif komunikasi politik, framing semacam itu bisa dianggap sebagai upaya menyudutkan pemerintah.

“Donasi adalah tindakan mulia. Tapi ketika dibungkus dengan pesan yang menyudutkan negara, nilainya bergeser dari kemanusiaan menjadi alat pembentukan opini politik,” jelasnya.

Ia menilai narasi seperti ini sangat berisiko menciptakan ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap negara, terutama ketika pemerintah sedang bekerja keras melakukan evakuasi, penyaluran logistik, hingga pemulihan di lapangan.

Syurya juga menyinggung pernyataan Rocky Gerung yang menyebut aksi Ferry sebagai paradoks bagi pemerintah. Ia menilai kritik memang merupakan bagian dari demokrasi, namun harus tetap berbasis data, etis, dan tidak memprovokasi publik di tengah kondisi bencana.

BACA JUGA:Update Bencana Sumatera: Korban Tewas Capai 929, Ratusan Masih Dicari

Kategori :