Melalui Forum Temenggung, pelaku dijatuhi denda adat berupa luko tengah serba 20 senilai Rp4,7 juta.
Namun, belum juga denda itu dibayarkan kepada perusahaan, tindakan serupa dilakukan kembali dan nyaris terjadi benturan sosial antar masyarakat.
“Tugas polisi adalah Harkamtibmas (Pemeliharaan Keamanan dan ketertiban masyarakat) dan penegakan hukum,” lanjut AKP Fatkur Rohman, pada FGD yang dihadiri tokoh-tokoh adat dan para Temenggung SAD.
Tokoh-tokoh adat SAD sendiri mengecam keras ulah oknum yang bertindak semaunya di luar wilayah jelajah.
BACA JUGA:Yuk Tingkatkan Kemampuan Berhitung Anak Dengan Sarapan Bergizi
Tumenggung Ngepas, pemimpin kelompok SAD di Desa Gading Jaya, menilai tindakan SAD Makekal Meranti mencoreng citra komunitas SAD secara keseluruhan.
“Walaupun kehidupan Anak Rimbo ini melangun, tapi dak boleh jugo asal masuk ke wilayah lain. Jangan sampai ulah segelintir orang merusak hubungan baik yang sudah lama kita jaga dengan masyarakat dan perusahaan sawit setempat,” ujarnya.
Pada tahun 2019, pertemuan 13 temenggung dari 3 kabupaten, yaitu Tebo, Batang Hari dan Sarolangun yang diinisiasi oleh pihak Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), telah menetapkan zonasi wilayah jelajah adat SAD.
Dalam kesepakatan itu, hukum adat ditegakkan secara tegas untuk mengatur tata kehidupan sosial masyarakat, termasuk penentuan besaran denda bagi pelaku tindak kriminal.
BACA JUGA:Jangan Anggap Sepele! Kenali Penyebab dan Cegah Cacingan Pada Anak
Namun kenyataannya, banyak kasus kriminal seperti pencurian sawit oleh oknum SAD terjadi di luar zonasi tersebut, di kebun-kebun perusahaan yang tidak bersinggungan dengan area adat mereka.
Fakta ini semakin menguatkan bahwa tindakan oknum SAD bukanlah bagian dari tradisi adat, melainkan pelanggaran hukum formal yang idealnya ditindak sesuai ketentuan hukum positif.
Ketua Umum Lembaga Adat Melayu (LAM) Jambi, Datuk Hatam Tafsir, mengingatkan bahwa hukum adat tetap harus berjalan seiring hukum negara.
“Perpaduan hukum adat Melayu Jambi dan hukum adat SAD bisa jadi solusi lokal, tapi penyelesaian akhir tetap pada hukum negara melalui pengadilan,” ujarnya.
Senada dengan itu, Wakil Sekretaris Umum LAM Jambi, Datuk Muslim, menegaskan hukum adat tidak boleh ditafsirkan seenaknya.
BACA JUGA:Mantan Direktur PT PAL Ajukan Pra Peradilan Kasus Korupsi Kredit dari Bank BNI