
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Terdapat ancaman serius yang membayangi program ketahanan pangan Presiden Prabowo di Jambi, bentuknya pada dugaan penyalahgunaan izin oleh PT SAS.
Perusahaan ini disinyalir menggunakan izin pertanian untuk menumpuk batu bara di Aur Kenali, sebuah wilayah yang secara tegas ditetapkan sebagai zona pertanian dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Jambi.
Praktik ini bukan sekadar masalah lingkungan dan sosial, tapi lebih dari itu, ia menciptakan implikasi yang menggerogoti pondasi ketahanan pangan yang tengah kita bangun di tingkat nasional.
Padahal, keselarasan pembangunan dengan RTRW Kota Jambi merupakan prinsip fundamental yang harus dijunjung tinggi.
BACA JUGA:Omnibus Law Tak Melegitimasi Kerusakan Lingkungan : Belajar dari Kasus PT SAS Jambi
Mengingat Perda Kota Jambi Nomor 5 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Jambi Tahun 2024-2044 secara jelas menetapkan zona-zona peruntukan lahan di Kota Jambi, khususnya wilayah Aur Kenali sebagai zona permukiman, Ruang Terbuka Hijau (RTH), dan pertanian.
Lokasi fasilitas PT SAS, berada di wilayah yang berdasarkan Perda tersebut ditetapkan sebagai zona pertanian.
Maka keberadaan fasilitas tersebut bisa dipastikan melanggar ketentuan tata ruang yang telah ditetapkan, dan perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin serta kesesuaiannya dengan perencanaan tata ruang kota.
Dalam berbagai kasus, adanya potensi perubahan zonasi yang kurang tersosialisasikan atau interpretasi zonasi yang dipaksakan demi kepentingan tertentu, sebagaimana sering dijelaskan dalam studi tentang perencanaan pembangunan wilayah (Tarigan, 2006).
BACA JUGA:Nah! Wali Kota Jambi Sebut Tak Pernah Keluarkan Izin untuk PT SAS
Bila infrastruktur PT SAS, yang mencakup jalan khusus, stockpile, dan TUKS, sebagai alasan peruntukan sektor pertanian, perlu dipertanyakan skala kebutuhan logistik yang sedemikian masif apa untuk komoditas pertanian seperti kelapa sawit, karet, atau kopi di Jambi, sehingga harus mengorbankan lahan pertanian?
Sebuah realitas yang diingatkan oleh Scott (1998) dalam karyanya Seeing Like a State, seringkali skema pembangunan yang terpusat dapat gagal ketika tidak sesuai dengan realitas lokal dan kebutuhan sesungguhnya.
Masyarakat Jambi telah lama menghadapi permasalahan serius akibat angkutan batu bara, mulai dari kemacetan parah, kerusakan jalan, hingga dampak lingkungan yang tak kunjung usai.
Jika PT SAS benar-benar berdedikasi pada komoditas pertanian, satu-satunya cara untuk membuktikan klaim ini adalah dengan membuka seluruh dokumen perizinan kepada publik secara transparan.
BACA JUGA:BREAKING NEWS: Sudah 264 Hektare Lahan Terbakar, Karhutla di Muaro Jambi Makin Meluas