
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Isu mengenai permintaan pembangunan kebun kelapa sawit oleh Pemerintah Desa Betung kepada salah satu perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut kembali mencuat dan memantik perhatian publik. Kemas Ismail Azim, tokoh berpengalaman yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Muaro Jambi serta anggota Tim Terpadu (Timdu) Pemkab Muaro Jambi, turut menyampaikan pandangannya terkait isu ini.
Saat dihubungi oleh awak media, Kemas Ismail menjelaskan bahwa dirinya hingga saat ini belum menerima surat resmi dari Pemerintah Desa Betung mengenai permintaan kebun plasma atau kebun masyarakat dari pihak perusahaan. Kendati demikian, ia mengakui bahwa secara prinsip, permintaan alokasi 20 persen lahan dari Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan untuk masyarakat merupakan langkah yang legal.
Ia menegaskan bahwa keberlakuan aturan tersebut tetap harus dilihat dari kronologinya. Bila perusahaan sudah berdiri sebelum regulasi tentang kewajiban kebun masyarakat diterbitkan, maka secara hukum perusahaan tersebut tidak serta merta diwajibkan untuk memenuhi permintaan tersebut. Sebaliknya, jika perusahaan hadir setelah aturan itu berlaku, maka kewajiban untuk memfasilitasi masyarakat menjadi relevan dan harus dilaksanakan sesuai regulasi.
Kemas Ismail mengungkapkan bahwa dinamika seperti ini bukanlah hal baru di Muaro Jambi. Ia mencontohkan kejadian serupa yang pernah melibatkan PT EWF. Pada waktu itu, masyarakat mengajukan tuntutan serupa, namun perusahaan tidak diwajibkan menyerahkan lahan karena telah berdiri sebelum regulasi diterbitkan. Kasus tersebut menjadi preseden penting bahwa waktu pendirian perusahaan dan waktu berlakunya aturan menjadi faktor penentu dalam menyikapi permintaan lahan plasma.
BACA JUGA:Dukung Pemerataan Ekonomi, Holding Ultra Mikro BRI Salurkan Pembiayaan kepada 35,4 Juta Pelaku Usaha
BACA JUGA:Simak Ciri-Ciri Tahi Lalat yang Wajib Diwaspadai, Bisa Jadi Ancaman Serius Kesehatan Kulit!
Ia juga menambahkan bahwa dalam menyikapi persoalan ini, masyarakat perlu memahami dasar hukum atas tuntutan mereka. Ia mendorong terjadinya dialog terbuka dan musyawarah antara masyarakat dan perusahaan agar konflik yang mungkin timbul bisa dihindari. Penyelesaian secara damai dan berbasis aturan dinilai lebih efektif daripada langkah-langkah konfrontatif yang berpotensi menimbulkan konflik berkepanjangan.
Terkait dengan persoalan tapal batas desa yang kerap menjadi sumber kerancuan kepemilikan lahan, Kemas Ismail menjelaskan bahwa perubahan batas administratif desa tidak serta-merta mengubah kepemilikan atas lahan tersebut. Menurutnya, lahan yang kini masuk ke wilayah Desa Betung karena adanya penegasan tapal batas tetap menjadi milik pihak sebelumnya, dan pemilik lahan hanya perlu melakukan pembaruan administrasi ke kantor pemerintahan desa yang baru sesuai wilayah.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, pihak PT PHL sebagai perusahaan yang ditujukan dalam surat permintaan belum memberikan tanggapan. Hal yang sama juga berlaku bagi Kepala Desa Betung, Ripai, yang belum merespons panggilan telepon maupun pesan yang dikirim oleh tim Jambi Independent.
Berdasarkan salinan surat yang diperoleh redaksi, dengan kop resmi Pemerintah Desa Betung Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi, tertera nomor surat 538.3/006/BT/IV/2025 yang ditujukan kepada Pimpinan PT HPL. Isi surat tersebut mempertanyakan mekanisme kerja sama antara perusahaan dan masyarakat sekitar desa.
BACA JUGA:Bunda Wajib Tahu! Ini Bahaya Minyak Telon yang Salah untuk Kulit Bayi
BACA JUGA:Jangan Sepelekan! Sering Bangun Pegal, Bisa Jadi Ini Kesalahan Fatal Posisi Tidurmu!
Dalam surat tersebut, Pemerintah Desa Betung mengemukakan beberapa poin utama. Di antaranya adalah permintaan agar perusahaan memenuhi kewajiban untuk memfasilitasi kebun masyarakat seluas dua puluh persen dari total lahan HGU yang dikuasai. Selain itu, mereka juga meminta perusahaan turut membangun kebun bagi masyarakat di sekitar wilayah operasional perusahaan dengan pendekatan yang berkelanjutan dan berpihak pada kesejahteraan warga.
Surat tersebut juga menyinggung pentingnya pembangunan kebun sawit yang tidak hanya memberikan keuntungan bagi perusahaan, namun juga menciptakan dampak ekonomi positif bagi masyarakat. Dengan kebun yang dikelola secara berkelanjutan dan kepemilikannya dipegang masyarakat, diharapkan tercipta keseimbangan antara profit perusahaan dan peningkatan taraf hidup warga desa.
Di bagian akhir surat, Pemerintah Desa Betung turut menegaskan status tapal batas wilayah mereka berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 16 Tahun 2018, yang menjadi dasar administratif dalam mengklaim wilayah dan mendasari permintaan kerja sama dengan perusahaan yang beroperasi di kawasan tersebut.
Situasi ini menyoroti pentingnya sinkronisasi antara regulasi pemerintah daerah, kepentingan perusahaan, dan aspirasi masyarakat. Diperlukan transparansi, komunikasi yang baik, serta kepatuhan pada hukum agar semua pihak dapat mencapai titik temu yang saling menguntungkan tanpa menimbulkan konflik horizontal.