Oleh: M.Prayoga Irawan dan Dimas Satrio Widagdo
Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sriwijaya
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Kepemimpinan adalah seni mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama dengan cara yang efektif dan etis. Menurut para ahli, kepemimpinan bukan hanya tentang otoritas atau kekuasaan, tetapi lebih kepada bagaimana seorang pemimpin mampu menggerakkan, mengarahkan, dan memotivasi anggota timnya. Salah satu definisi kepemimpinan yang terkenal adalah yang disampaikan oleh John C. Maxwell, yang mengatakan bahwa “leadership is influence, nothing more, nothing less.” Dalam konteks ini, kepemimpinan menjadi hal yang universal dan dapat diterapkan di berbagai sektor kehidupan.
Ki Hajar Dewantara, tokoh besar pendidikan Indonesia, memperluas konsep kepemimpinan ini dengan filosofi "Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani."Maknanya, pemimpin sejati adalah mereka yang mampu memberi teladan di depan, membangun semangat di tengah-tengah, dan mendorong dari belakang.
Filosofi ini mengandung esensi dasar kepemimpinan, yaitu tanggung jawab moral dan kemampuan untuk menyeimbangkan antara kekuatan kepemimpinan yang tegas namun humanis.
Prinsip Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara
Prinsip kepemimpinan yang dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara mencerminkan pendekatan kepemimpinan yang berakar pada kearifan lokal, dan mendorong terciptanya lingkungan yang produktif, kreatif, serta harmonis.
Ing ngarsa sung tuladha – Di depan, memberi contoh. Seorang pemimpin harus menjadi teladan bagi mereka yang dipimpin. Sikap, tindakan, dan keputusan pemimpin mencerminkan nilai-nilai yang harus diikuti oleh orang lain. Ini mencerminkan pentingnya kepemimpinan berdasarkan integritas, di mana pemimpin tidak hanya memberikan arahan, tetapi juga menjalankan apa yang mereka ajarkan.
Bagi Ki Hajar Dewantara, teladan bukanlah sekadar perintah, melainkan lebih pada sikap hidup yang harus ditiru oleh orang-orang di sekitarnya.
Ing madya mangun karsa – Di tengah, membangun semangat. Dalam menjalankan kepemimpinan, Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya berada di tengah-tengah orang yang dipimpin. Hal ini bukan hanya menciptakan kedekatan emosional, tetapi juga memberikan kesempatan bagi pemimpin untuk memahami aspirasi, kebutuhan, dan tantangan yang dihadapi oleh para pengikutnya.
Pemimpin harus mampu membangun semangat dan partisipasi aktif dari orang-orang di sekitarnya.
Tut wuri handayani – Di belakang, memberikan dorongan. Pemimpin tidak harus selalu berada di depan, tetapi kadang perlu memberi ruang kepada pengikut untuk berkembang dan berkreasi. Di sini, peran pemimpin adalah memberikan dorongan dan arahan dari belakang, memberi kesempatan kepada orang-orang untuk mengambil inisiatif dan bertanggung jawab.
Dengan demikian, tercipta iklim yang memungkinkan munculnya inovasi dan kemandirian di kalangan yang dipimpin.
Ketiga prinsip ini mencerminkan pendekatan kepemimpinan yang bijak, di mana pemimpin tidak mendominasi, melainkan berperan sebagai pembimbing yang mengarahkan sekaligus mendorong pengikutnya untuk tumbuh. Kepemimpinan semacam ini menempatkan manusia sebagai pusat, dan setiap individu dipandang sebagai aset yang perlu dikembangkan.
Pemimpin Sebagai Penggerak, Pengawas, dan Pendukung