“Masyarakat menjaga kawasan mangrove sebagai penjaga agar kebun milik masyarakat tidak terendam air laut. Karena kalau tidak ada kawasan hutan mangrove, air akan sampai ke desa dan merendam kebun-kebun masyarakat,” kata Ambo Angka Ketua KTH Bakau Lestari.
Pada awal tahun 2000, Desa Tungkal Satu pernah mengalami banjir rob.
Disebabkan oleh alih fungsi kawasan mangrove menjadi pertambakan udang milik pemodal dari luar.
Terdampak dari bencana lingkungan, mendorong masyarakat melakukan pemulihan kawasan mangrove.
Penanaman secara swadaya itu berlanjut hingga sekarang.
Tidak mudah untuk melakukan penanaman di kawasan mangrove. Pertama kali petani karena harus melakukan pembibitan di darat, kemudian mengangkut bibit dari darat melewati jalur sungai.
Sebelum menanam bibit, petani harus memasang ajir atau alat penyangga agar bibit yang baru ditanam kokoh ketika terjadinya pasang surut.
Saat menanam pun butuh usaha yang ekstra, mengingat kondisi tanah basah dan berlumpur.
“Kami selama ini telah terbiasa untuk melakukan penanaman, namun kegiatan ini sedikit berbeda karena pelaporan yang detail lewat aplikasi. Tetapi kami optimis untuk menjaga pohon mangrove untuk tetap hidup,” kata Angka.
Masyarakat di desa menggantungkan pendapatannya pada kebun kelapa dan sebagian ada yang menjadi nelayan.
Bergantung pada hasil kebun yang artinya masyarakat mendapatkan penghasilan dalam waktu sekali dalam tiga bulan.
Menurut, Angka melalui program yang dilakukan memberikan pendapatan tambahan bagi petani di Desa Tungkal Satu.
Program ini menjadi pecutan semangat bagi masyarakat dalam menjaga mangrove dan meraih manfaat ekonomi dari setiap upaya yang dilakukan.