Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Provinsi Bali Pramella Yunidar Pasaribu mengungkapkan khusus untuk WNA asal Inggris menunggu untuk dideportasi dari wilayah Indonesia, setelah merampungkan proses hukum.
BACA JUGA:Anggota DPRD Dapil Jaluko Zulkifli I Bagikan Bantuan Hewan Kurban di Jaluko
BACA JUGA:Mobile Legends: Build Granger Tersakit 2024, Cocok Buat Solo Rank
Selain melakukan deportasi, Kemenkumham Bali juga membuat program pengawasan orang asing (PORA), dengan menggandeng instansi terkait lain, salah satunya melibatkan aparat desa.
Pengawasan orang asing itu dikolaborasikan dengan Pos Pelayanan Hukum dan HAM Desa (Posyankumhamdes) yang saat ini sudah mencapai di 327 desa di sembilan kabupaten/kota di Bali.
Aparat desa itu diharapkan dapat membantu petugas Imigrasi dalam melakukan operasi rutin untuk mengawasi orang asing, misalnya Operasi Bali Becik, Operasi Jagratara, dan operasi gabungan.
Pengawasan selanjutnya melibatkan partisipasi aktif masyarakat, salah satunya pelaku pariwisata, khususnya di penginapan (hotel, vila hingga indekos) yang wajib melaporkan data WNA, melalui aplikasi pelaporan orang asing (APOA).
BACA JUGA:BREAKING NEWS: Kebakaran Mini Market di Olak Kemang, Kota Jambi
BACA JUGA:Kabar Baik untuk Calon Mahasiswa, 7 PTS Ini Buka Beasiswa Pakai Nilai UTBK 2024
Kemudian adanya layanan pengaduan keimigrasian apabila menemukan WNA terindikasi melakukan kegiatan mencurigakan atau membuat ulah yang meresahkan masyarakat.
Pengaduan itu dapat disampaikan melalui WhatsApp Kanwil Kemenkumham Bali dengan nomor 08113888770.
Sejumlah kantor imigrasi di Bali juga membuka layanan pengaduan WNA berbasis pesan aplikasi, di antaranya Kantor Imigrasi Ngurah Rai pada nomor 081236956667.
Evaluasi VoA
Direktorat Jenderal Imigrasi berencana melakukan evaluasi visa saat kedatangan atau Visa on Arrival (VoA) dari negara tertentu yang warganya banyak bermasalah di Tanah Air.
Hingga saat ini, total ada 97 negara yang mendapatkan fasilitas VoA, di antaranya dari Amerika Serikat, Australia, Inggris, Rusia, China, Ukraina, hingga Tanzania, berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-02.GR.01.06 Tahun 2024.