Sementara sejak bulan Maret itu, para dosen ini tidak lagi diberikan mata kuliah untuk diajarkan, dan digantikan dengan dosen yang lain, begitu juga dengan penelitian yang tidak diberikan kepada mereka, kemudian gaji ditunda.
“Terkait status sebagai karyawan, tidak ada keputusan yang mengatakan bahwa YPJ tidak sah. Kami sadar, berdiri di PTS yang gerada di bawah naungan yayasan, tentu semua legalitasnya ada pada SK yayasan. Itu dasar hukum saya sebagai karyawan,” katanya.
“Terkait tridarma tadi, masalah jam mengajar jelas aturannya. Ada beban kerja dosen, yang nanti jadi laporan kinerja dosen. Dosen mengajar minimal 12 SKS maksimal 16 SKS dalam seminggu. Tridarmanya disitu, yakni pendidikan, pengajaran, pengabdian, dan penelitian, dan itu dihapuskan dari kami, sementara kewajiban kami di situ,” katanya.
BACA JUGA:Tak akan Pindah ke Lain Hati, Ini 6 Zodiak Perempuan Paling Setia, No 3 Selalu Jaga Komitmen
Hendi mengatakan, membangkang seperti apa yang telah dilakukannya bersama 17 dosen lainnya. Dikatakan membangkang, adalah ketika diberikan kewajiban, lalu tidak dikerjakan. Sementara yang terjadi, mereka tidak diberikan kesempatan untuk melaksanakan kewajiban itu.
“Kami tidak diberi kesempatan untuk melaksanakan kewajiban, logikanya tidak ada kesempatan membangkang,” katanya.
Setelah mereka mendapatkan SP 1, SP 2, dan SP 3, muaranya adalah pelanggaran kode etik. Hendi mengatakan, legalitas kode etik ini juga dipertanyakan. Karena pihak yang membuat SP itu, secara hukum sudah diberhentikan secara tidak hormat oleh Yayasan Pendidikan Jambi.
“Tuntutan kami, pulihkan hak kami sebagai dosen, kasih mata kuliah, jangan intimidasi dalam bentuk-bentuk surat itu, digiring untuk tidak mengakui yayasan," kata dia.
BACA JUGA:Hatinya Lembut Banget! Ini 7 Zodiak yang Paling Cengeng, Kamu Termasuk Gak?
BACA JUGA:BREAKING NEWS: MK Putuskan Sistem Pemilu Tetap Terbuka
Menurutnya, jika memang mau menguji keprofesionalan, silahan diuji ketika menjalankan proses itu. "Misalnya tidak pernah masuk, dari laporan mahasiswa juga bisa,” katanya.
Dia mengatakan, yang mendapatkan sanksi ini sebenarnya berjumlah 55 orang. Dari total itu, 44 orang dicabut hak mengajar, penelitian, namun masih ada dibayarkan gaji. Dari 44 orang itu, 18 orang tidak dibayarkan gajinya. Sementara yang lainnya adalah tenaga pendidik atau staff.
“44 orang dosen tidak mengajar lagi. Kemudian digantikan dengan dosen yang tidak mendapatkan sanksi, bahkan ada yang bidang ilmunya tidak linear dengan mata kuliah tersebut," kata dia.
Selain itu menurutnya, sekarang juga ada dosen yang mengajar 56 SKS dalam seminggu. "Padahal maksimal 16 SKS. Dulu ketika mau akreditasi, ada dosen yang mengajar 32 jam, itu dipertanyakan oleh asesor bagaimana cara mengajarnya. Sekarang malah ada yang 56 SKS,” katanya.