AWARDS
b9

Greenpeace Soroti Iklim dan Tata Guna Lahan sebagai Pemicu Banjir-Longsor di Sumatra

Greenpeace Soroti Iklim dan Tata Guna Lahan sebagai Pemicu Banjir-Longsor di Sumatra

Foto yang diambil dengan drone, memperlihatkan banjir yang menghantam sebuah desa.-ist/jambi-independent.co.id-

JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace, Arie Rompas, memberikan sorotan tajam terkait rangkaian banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatra pada pekan lalu. 

Ia menilai bahwa bencana ini tidak hanya dipicu faktor alam semata, tetapi juga berkaitan erat dengan perubahan iklim serta kerusakan tata kelola lingkungan di kawasan tersebut.

Dalam program Sapa Indonesia Pagi, Senin 1 Desember 2025, Arie menjelaskan bahwa adanya siklon tropis Senyar yang muncul di sekitar garis khatulistiwa menjadi sinyal kuat bahwa pola iklim tengah mengalami anomali. 

"Kalau melihat banjir yang terjadi saat ini, ada dua hal sebenarnya tadi mau menyoroti, bahwa pemicu utamanya ada dua, siklon tropis Senyar yang muncul di wilayah garis khatulistiwa, ini menandakan sebetulnya ada masalah dalam konteks perubahan iklim," katanya.

BACA JUGA:Presiden Prabowo Tinjau Langsung Lokasi Banjir di Sumatra untuk Pastikan Penanganan Cepat

Ia menegaskan bahwa kemunculan siklon tropis di wilayah ekuator merupakan fenomena yang sangat jarang. 

"Ini terjadi akumulasi sehingga kemudian munculnya siklon tropis itu kemudian membawa badai dan itu kemudian membawa curah hujan yang tinggi," ujarnya.

Selain faktor iklim, Arie juga menekankan bahwa tata guna lahan di Sumatra turut memperparah dampak bencana. 

"Kedua soal tata guna lahan, yang kami sebut sebagai daya dukung dan daya tampung lingkungan di Pulau Sumatera, itu sebenarnya sudah lama dieksploitasi," tuturnya.

BACA JUGA:Pemerintah Mulai Rancang Tahap Rehabilitasi Banjir Sumatra, Fokus Tanggap Darurat Dipercepat

Menurutnya, eksploitasi yang berlangsung bertahun-tahun telah membuat daya dukung daerah aliran sungai (DAS) merosot tajam. 

"Bahkan sudah di bawah ambang batas sekitar 30 persen," ungkapnya. Kondisi ini membuat banyak material kayu dan lumpur mudah terbawa aliran air saat hujan ekstrem terjadi.

Arie menjelaskan bahwa topografi sungai di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat yang relatif pendek namun curam turut mempercepat aliran material tersebut.

Ketika hutan telah rusak akibat deforestasi dan degradasi, kayu-kayu yang tumbang atau terlepas dari akar menjadi mudah hanyut bersama banjir.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait