CSR Olahraga Jambi: Perlu Tapi Tak Bisa Menyalahkan Perusahaan
Noviardi Ferzi-dok/jambi-independent.co.id-
JAMBI, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Diskusi tentang pembangunan kepemudaan dan olahraga di JAMBI, muncul pandangan bahwa minimnya peran Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan menjadi salah satu hambatan utama.
Kritik itu sah saja, tetapi menjadi keliru bila arah solusi seakan hanya menuntut dunia usaha. Pertama, CSR bukanlah instrumen wajib untuk menambal setiap kelemahan anggaran pemerintah.
Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan PP Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, kewajiban CSR melekat hanya pada perusahaan yang bergerak di bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam.
Pun demikian, ruang lingkup CSR mencakup pendidikan, lingkungan, kesehatan, hingga pemberdayaan masyarakat—bukan hanya olahraga. Artinya, membebankan pembinaan cabang olahraga pada perusahaan adalah penyempitan makna CSR.
BACA JUGA:Nah! BP Haji Jadi Kementerian, Ini Daftar 10 Negara Pemilik Kuota Haji Terbanyak
Kedua, pengalaman banyak daerah menunjukkan bahwa pembangunan olahraga justru berhasil bila digerakkan pemerintah dan masyarakat secara sistematis.
Studi Susanto & Winarno (2022) dalam Jurnal Ilmu Keolahragaan menjelaskan bahwa keberhasilan pembinaan olahraga di Jawa Timur lebih ditopang dari tata kelola organisasi olahraga yang transparan dan sinergi dengan pemerintah daerah, bukan dominasi CSR perusahaan.
Maka problem utama di Jambi bukan minimnya CSR, melainkan perlunya roadmap olahraga daerah yang jelas, indikator keberhasilan yang terukur, serta penguatan perencanaan lintas sektor.
Ketiga, menjadikan mimpi Jambi sebagai tuan rumah PON di masa depan tidak bisa diletakkan pada pundak perusahaan.
BACA JUGA:Pagi Ini, Bupati Pati Sudewo Penuhi Panggilan KPK
Pengalaman Papua sebagai tuan rumah PON XX tahun 2021 memperlihatkan bahwa peran pemerintah pusat dan daerah, lewat APBN dan APBD, menjadi motor utama penyediaan venue dan infrastruktur (Kemenpora, 2021). Keterlibatan CSR hanya bersifat pelengkap, bukan penentu.
Keempat, membangun klub sepak bola profesional tidak cukup dengan menunggu uluran tangan perusahaan.
Menurut Laporan Deloitte (2023) tentang industri sepak bola Asia, keberlanjutan klub sangat ditentukan oleh model bisnis berbasis pasar: penjualan tiket, merchandise, hak siar, dan sponsorship.
Bila Jambi ingin punya klub profesional, harus ada ekosistem bisnis olahraga yang sehat, di mana pemerintah, KONI, pelaku usaha, dan masyarakat berkolaborasi membangun pasar olahraga yang lebih berdaya.
BACA JUGA:Jangan Dibuang! Yuk Kenali Nutrisi Penting Kulit Semangka
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:



