Masih Ada Ortu Belum Setuju

Masih Ada Ortu Belum Setuju

JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, JAMBI – Saat ini, pemerintah tengah gencar memberikan vaksin sebagai salah satu upaya meningkatkan kekebalan tubuh, di masa pandemi Covid-19. Selain usia dewasa, vaksin juga diberikan kepada usia 12-18 tahun atau kategori pelajar.

Namun memang, masih ada sejumlah orang tua dengan berbagai alasan tidak menginginkan anaknya divaksin. Ini diketahui, saat proses vaksinasi dari Puskesmas Paal Merah II berlangsung di SMP-SMA-SMK Yadika, Rabu (1/9).

Kepala SMA Yadika, Nelson Siringo-Ringo mengatakan, untuk dosis pertama di hari pertama kemarin, pihaknya menjatah 200 siswa untuk divaksin. Namun hingga pukul 10.00, baru 192 orang yang hadir.

"Dari hasil pendataan memang sekitar 8 orang belum hadir, tapi nanti saya berharap (siang, red) mereka bisa hadir ke sekolah," sebutnya.

Terkait hal itu pula, lanjut Nelson, pihak sekolah sudah terlebih dahulu mengirimkan angket persetujuan ke orang tua siswa untuk dapat dilakukan vaksin. Namun memang, beberapa orang tua ada yang belum setuju anaknya untuk divaksin.

“Sebagian juga ada yang punya penyakit bawaan. Mudah-mudahan nanti ketika ada pencerahan dari wali kelas maupun kepala sekolah, para orang tua siswa bersedia anaknya untuk dilakukan vaksin. Karena nanti untuk pembelajaran tatap muka itu, alangkah lebih baik para siswa dan guru itu sudah melakukan vaksin," ujarnya.

Kemudian Nelson menjelaskan, dari total angket yang disebarkan kepada orang tua, ada 12 orang tua siswa SMA Yadika yang tidak bersedia anaknya divaksin.

“Yang jelas ini bukan persyaratan untuk nilai, tidak ada hubungan sama sekali. Namun kita harapkan memang, saat pembelajaran tatap muka diperbolehkan, guru dan siswa sudah divaksin semua,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala SMK Yadika, Didi Heriyanto menyebutkan, ada sekitar 300 orang tua siswa yang belum setuju, jika anaknya akan divaksin. "Ini beragam, ada yang belum sepemikiran mengenai vaksin ini. Ada juga yang memang anaknya memiliki penyakit bawaan. Sekolah tidak pernah memaksa ataupun mengancam. Ini adalah salah satu cara pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19," timpal Didi Heriyanto.

Salah satu Siswa, Lijadun mengaku tidak ada paksaan untuk dirinya ikut divaksin. “Dari pada nanti kenapa-kenapa, jadi ikut vaksin. Tidak ada paksaan,” sebutnya.

Terpisah, anggota Komisi IV DPRD Kota Jambi, Kemas Faried menyikapi masih ada orang tua yang belum setuju, kemungkinan para orang tua takut adanya Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) terhadap anak. "Misalnya terjadi demam, dan lain sebagainya. Memang butuh proses pelan-pelan untuk meyakinkan," jelasnya.

Sementara saat ditanya mengenai rencana pemerintah untuk membuka Sekolah Tatap Muka setelah berada di level III, Kemas Faried mengatakan untuk pelajar tingkat SMP dan SMA mungkin sudah bisa dilakukan untuk tatap muka, bahkan 100 persen. Namun, masih terjadi kehawatiran yang sangat tinggi dari para orang tua untuk pelajar tingkat dasar (SD). 

"Pelan-pelan, butuh penyesuaian dan pengawasan ekstra ketat untuk protokol kesehatan disekolah. Biasanya kalau anak SD ini masih suka bermain-main, memegang sesuatu, tidak cuci tangan, dan lainnya. Sehingga memang butuh proses, terutama jaminan menjaga protokol kesehatan," pungkasnya. (zen/rib)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: