Terinspirasi dari Buku Ini, Fadli Zon Curigai Oknum Pemerintah Dalangi Terorisme di Indonesia

Terinspirasi dari Buku Ini, Fadli Zon Curigai Oknum Pemerintah Dalangi Terorisme di Indonesia

JAKARTA, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Aksi terorisme di Tanah Air dicurigai anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon didalangi oleh oknum pemerintah.

"Kita khawatir karena di Amerika Serikat sendiri muncul ekses. Dalam bukunya Trevor Aaronson berjudul The Terror Factory ditelitilah di situ. Dari 581 aksi teror, hampir semuanya didalangi oleh FBI (The Federal Bureau of Investigation) sendiri. Itu dibuat atau dimanufacture," kata Fadli Zon seperti dalam tayangan yang dilihat FIN pada Rabu 9 Maret 2022.

Hal tersebut disampaikannya saat menjawab pertanyaan host Andy F Noya dalam acara Kick Andy Double Check, terkait usulan pembubaran Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.

Buku yang terbit perdana pada tahun 2013 ini ditulis oleh Trevor Aaronson. Dalam buku itu, sang penulis menuduh FBI membuat skenario teror kepada Amerika Serikat.

Baca Juga: Banjir di Kota Jambi, Maulana: Harus Saling Terintegrasi

Baca Juga: Kapenrem 042/Gapu Ikuti Rakernis Penerangan TNI AD TA 2022


Skenario yang dibuat lebih banyak daripada yang dilakukan oleh Al-Qaeda dan ISIS. Termasuk jika dua organisasi teroris itu digabung.

FBI versi penulis dianggap sebagai dalang aksi teror di Amerika. Setelah peristiwa 9/11, FBI disebut tak lagi peduli kepada jenis kejahatan lain. FBI hanya fokus  pada terorisme.

Bahkan APBN Amerika Serikat dan anggaran FBI tersedot untuk membiayai kegiatan antiteror. Mereka melakukan kampanye di mana-mana.

Sebelum menerbitkan buku tersebut, Trevor Aaronson melakukan investigasi selama satu tahun. Dari hasil investigasinya itu, wartawan investigatif ini menemukan ada beberapa kejanggalan dalam banyak kasus yang dia teliti sampai ke pengadilan.

Baca Juga: Bangkit Berdaya di Kelurahan Tanjung Pinang Belum Berjalan, Lurah Sebut Tunggu Kepastian

Baca Juga: Rayakan Ulang Tahun yang ke-5, Luminor Hotel Jambi Gelar Coffee Exhibitio


Menurut Trevor Aaronson, FBI lebih banyak membuat teroris daripada menangkapnya. Dia mengklaim banyak bukti yang sangat aktual. Pendiri asosiasi jurnalis investigatif ini menyebut setelah tragedi 9/11, FBI menciptakan begitu banyak skenario.

FBI melakukan penangkapan terhadap banyak orang secara tertutup. Tak hanya itu. Dalam tulisan di bukunya, Trevor Aaronson juga menemukan begitu banyak operasi penyusupan (Sting Operation). Termasuk menggarap orang gila dan frustrasi.

Usai 9/11, FBI lanjut Aaronson dalam bukunya merekrut tidak kurang dari 15.000 agen.

Para agen itu bertugas mencari orang yang bisa dipakai dalam aksi teror. Itu yang membuat FBI selalu tahu sebelum peristiwa teror terjadi. Mereka dibayar 100 ribu Dolar AS  untuk setiap kasus.

Dari temuan Aaronson yang direkrut untuk menjadi aktor plot itu kebanyakan muslim Amerika. Tetapi dipilih orang yang sakit jiwa atau punya masalah karena himpitan ekonomi.

Aaronson mengungkap gambar 2 orang yaitu Abu Khalid Abdullatiff dan Walid Mujahid. Keduanya ternyata gila alias sakit jiwa. Mereka pernah hampir bunuh diri karena depresi.

Mereka ditangkap pada 2012 dengan tuduhan akan menyerang pusat pelatihan FBI di kawasan Seattle. Kedua orang gila tersebut direkrut oleh Agen FBI Robert Chile. Belakangan diketahui ternyata dia adalah pelaku perkosaan dan pedofil.

Namun, dalam kasus ini Robert Chile mendapat bayaran 90.000 Dolar AS dari FBI. Ini salah satu cara kerja 15.000 agen FBI yang direkrut sejak 9/11 ketika proposal “War on Terror” disahkan oleh pemerintah Amerika Serikat.

Ada banyak lagi kasus yang diungkap. Seperti menggambarkan rekrutmen kepada orang gila, training memakai senjata dan meledakkan bom di sejumlah tempat, sampai negosiasi harga operasi.

Dalam bukunya Aaronson menyebut ini semua bohong dan rekayasa. Sebagian fakta terungkap di pengadilan. Dalam rantai kerja yang mahal dan menghabiskan APBN tersebut, Aaronson mengungkap skenario yang disepakati antara FBI, Agen dan pelaku.

Mereka menyepakati apa akhir dari sebuah peristiwa. Ada yang seperti Hollywood Ending. Yaitu ada drama yang menegangkan dan berakhir bahagia.

Atas nama masyarakat, jurnalis Amerika ini mengkritik tema #WarOnTerror yang dibuat sejak era pemerintahan Presiden George Walker Bush.

Aaronson dengan tegas menyebut itu semua bohong. Faktanya semua hanyalah drama. Dia pun menyindir dengan sebutan National Security Theater (Teater Keamanan Nasional).

Riset investigatif Aaronson ini dibiayai oleh Universitas California Berkeley. FBI sendiri membantah semua yang ditulis dalam buku tersebut.

Seperti diketahui, Fadli Zon pernah mengusulkan agar Densus (Detasemen Khusus) 88 Antiteror Polri dibubarkan.

Usulan Fadlin Zon ini memancing reaksi keras sejumlah pihak. Selama ini, masyarakat mengetahui Densus 88 kerap menangkap atau menggagalkan sejumlah aksi terorisme di Tanah Air.

Namun, Fadli Zon seolah-olah tidak melihat hal tersebut. Host Andy F Noya dalam acara Kick Andy Double Check yang tayang pada 6 Maret 2022, menggali lebih dalam terkait usulan pembubaran Densus 88 itu.

"Dalam pandangan masyarakat Anda terkesan selalu membela sejumlah ulama dan orang-orang yang dianggap radikal. Sebenarnya posisi Anda ini seperti apa," tanya Andy Noya seperti dalam tayangan yang dilihat FIN pada Selasa (8/3/2022).

Dengan gayanya yang santai, Fadli Zon menjawab bahwa sebenarnya Indonesia sebagai bangsa harus mencari titik temu. Bahkan Fadli Zon dengan tegas mengatakan istilah radikal atau garis keras baginya agak bermasalah.

"Saya kok tidak melihat ada orang Indonesia yang radikal enough. Lain misalnya dengan di luar. Kita ini semuanya masih bisa silaturahim, bisa didialogkan. Termasuk kepada ulama-ulama yang sekarang ini ditahan atas berbagai macam tuduhan. Sebetulnya untuk apa? Itu hanya memperuncing berbagai macam perbedaan. Menurut saya kita damai, saling merangkul, menunjang. Jadi saya terus berusaha silaturahim dan berkomunikasi dengan siapapun. Saya masih sangat optimis bahwa Pak Prabowo masih didukung oleh masyarakat," jawab Fadli Zon.

Fadli Zon dalam Kick Andy Double Check yang tayang pada 6 Maret 2022-Screenshoot Kick Andy -YouTube

"Termasuk oleh kelompok yang dianggap radikal?" tanya Andy Noya lebih lanjut. Fadli Zon kembali menjawab, "Iya semua kelompok masyarakat," imbuhnya.

Andy Noya kembali melanjutkan pertanyaannya. Kali ini lebih spesifik ke Densus 88.

"Menarik juga karena kontroversi pembelaan Anda kepada mereka yang dituduh teroris dan radikal itu kemudian Anda mengusulkan Densus 88 dibubarkan. Karena kerjanya mengada-ada. Banyak orang yang mempertanyakan. Ini Fadli Zon  mata hatinya sudah buta apa? Bagaimana bom bunuh diri terjadi? Bagaimana pengungkapan kelompok teroris di Indonesia. Soal negara khilafah bagaimana sikap Anda? tanya Andy Noya serius.

"Saya kira pada founding father's kita sudah mendebatkan dan mendiskusikan ini sebelum tahun 45. Soal negara Islam, negara kebangsaan itu sudah selesai menurut saya. Apalagi perdebatannya itu melibatkan semua tokoh dari berbagai organisasi Islam yang terkemuka ketika itu. Baik dari NU, Muhammadiyah, syarikat Islam dan lain-lain. Yang akhirnya sampai pada satu kompromi pada rapat besar BPUPK ketika itu. Seingat saya tanggal 14 Juli 1945 disepakati. Bahkan  tujuh kata itu tidak ada di dalam sila pertama yang kemudian menjadi Pancasila. Itu kan ada di preambule UUD 1945. Jadi sudah selesai. Menurut saya pilihan terhadap bentuk negara dalam arti negara kebangsaan itu sudah selesai. Jadi kalau ada orang mau bermimpi mendirikan negara khilafah dalam diskusi-diskusi semacam itu, lebih banyak euthopia sebenarnya,"papar Fadli yang juga politisi Partai Gerindra ini.

"Artinya orang tidak perlu takut dengan khilafah? lanjut Andy Noya meneruskan pertanyaannya. Fadli menjawab lagi "Iya, kalau orang hanya mendiskusikan negara khilafah itu kan bagian dari demokrasi. Kecuali sudah ada pergerakan senjata, kekerasan dan lain sebagainya," imbuh anggota Komisi I DPR RI tersebut.

"Tapi kita lihat ceramah-ceramah di masjid, ada orang menginfiltrasi pemikiran orang lain tentang pentingnya negara khilafah? cecar Andy Noya.

"Saya kira masyarakat Indonesia sudah paham. Termasuk umat Islam di Indonesia. Mayoritas boleh dibilang 99 persen yang muslim tidak berada dalam pemikiran semacam itu. Saya tidak melihat adanya ancaman terorisme. Karena itu harus diletakkan ke dalam konteks ketika itu war on terror. Setelah tragedi 9/11, tidak lama terjadi bom Bali dan sebagainya. Kita tidak pernah mendengar ada orang Indonesia melakukan bom bunuh diri. Sejak Indonesia merdeka itu hampir nggak ada yang namanya bom bunuh diri. Melawan kolonialisme Belanda saja nggak ada yang pakai serangan bunuh diri. Kita itu mungkin nggak seberani itu ya. Karena memang dilarang oleh agama. Pasti itu bukan Islam. Menurut saya ini ada kekuatan-kekuatan lain yang menginfiltrasi supaya seolah-olah ada teroris dan sebagainya. Tetapi mungkin teroris ada. Sebagian kecil orang yang terpengaruh, yang tidak mengerti, yang tidak paham didoktrinasi. Makanya kemudian ada payung hukum UU No 5 Tahun 2018," urai Fadli panjang lebar.

Terkait usulan pembubaran Densus 88, Fadli menjelaskan alasannya. Dia menilai  terlalu banyak lembaga yang menangani terorisme di Indonesia.

"Seolah-olah masalah kita ini terorisme. Masalah kita ini ekonomi, sosial, budaya. Misalnya ada BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), ada Densus 88, ada kepolisian sendiri. Ada di tentara di Kopassus dan sebagainya. Banyak sekali,"terangnya.

Selain itu, Fadli juga menyoroti  soal anggaran Densus 88 Polri. Dia menyebut pasukan khusus teroris itu diberi anggaran paling besar.

"Yang anggarannya paling besar dan apalagi sekarang mau diperbesar itu Densus 88. Padahal menurut saya sudah ada BNPT. Secara kelembagaan yang dipayungi UU itu adalah BNPT. Harusnya di sini saja dikonsentrasikan," tambahnya.

"Artinya jika harus ada pasukan khusus teroris langsung saja di bawah BNPT?" tanya Andy Noya lagi. Fadli Zon mengiyakan pertanyaan itu. "Iya bisa di bawah naungan BNPT," tukasnya.

Sehingga, lanjut Fadli, tidak perlu terlalu banyak lembaga yang overlap dan berlomba-lomba menangani terorisme.

"Kita khawatir karena di Amerika Serikat sendiri muncul ekses. Dalam bukunya Trevor Aaronson berjudul The Terror Factory ditelitilah di situ. Dari 581 aksi teror, hampir semuanya didalangi oleh FBI sendiri. Itu dibuat atau dimanufacture," kata Fadli meyakinkan.

Ucapan Fadli buru-buru dipotong Andy Noya. "Sebentar, ini artinya Anda hendak bercuriga bahwa teror yang terjadi atau kelompok teroris yang dibongkar di Indonesia dimanufacture oleh pemerintah? tanya Andy Noya penuh selidik.

"Bisa saja itu dilakukan oleh oknum kan. Tapi jangan sampai itu kemudian dimanufacture. Untuk kepentingan pemeliharaan. Apalagi anggarannya besar. Sekarang kita tidak melihat adanya ancaman terorisme seperti itu di Indonesia. Kenapa kita sibuk dengan itu. Akhirnya kita berantem sendiri di dalam. Menurut saya siapa yang benar-benar teroris harus dihukum berat," tegasnya.

Fadli tetap berkeinginan agar pasukan khusus terorisme berada di bawah BNPT. Apalagi di TNI juga ada pasukan khusus teroris. Misalnya Sat 81 Gultor Kopassus TNI AD.

Menurut Fadli, semua pasukan khusus tersebut bisa dikoordinasikan ke BNPT.

"Satu naungan jelas, siapa yang bertanggung jawab dan anggaran semua juga jelas.  Waktu saya kritik itu supaya di BNPT seperti yang disebut dalam UU. Jangan sampai seperti di Amerika sana beternak teroris," terangnya.

Dia juga menyindir ada sejumlah orang yang bicaranya keras lantas dituduh sebagai teroris.

"Ada orang-orang tertentu yang bicaranya keras kemudian dituduh teroris.  Seperti saudara Munarman misalnya. Menurut saya dia bukan teroris. Munarman aktif di LBH, aktivis di HAM, pernah di Kontras dan dimana-mana," tambah Fadli.

Andy Noya yang penasaran dengan pernyataan Fadli kembali bertanya.

"Ini namanya Anda menafikan kerja Densus 88? Selama ini Densus 88 menangkap orang kan bukan asal menangkap? Pasti ada bukti-bukti?" cecar Andy Noya lagi.

"Tapi tugas saya sebagai anggota DPR mempertanyakan apa dasarnya (penangkapan Munarman, Red). Kita boleh mempertanyakan. Karena selama ini tidak pernah ada masalah. Dan itu kejadian di tahun 2015. Kita harus selalu melakukan pengawasan supaya tidak melebihi kewenangannya atau abuse of power," pungkas Fadli Zon.(*)

Artikel ini telah tayang di fin.co.id, dengan judul Fadli Zon Curigai Oknum Pemerintah Dalangi Terorisme, Ternyata Inspirasinya dari Buku Ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: