Dampak Perubahan Tarif Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Belanja Pemerintah

Dampak Perubahan Tarif Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Belanja Pemerintah

Pertama, ketersediaan anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) atau Dokumwn Pelaksanaan Anggaran (DPA) tahun 2022. Anggaran yang tercantum dalam DIPA bagi instansi pemerintah pusat atau DPA bagi instansi pemerintah daerah merupakan acuan yang harus ditaati dalam pelaksanaan belanja pemerintah. DIPA atau DPA tahun 2022 ditetapkan di akhir tahun 2021 dan umumnya proses penyusunan dilakukan sejak tahun 2020. Kemungkinan besar DIPA atau DPA tahun 2022 masih menganggarkan besaran PPN menggunakan tarif 10% untuk belanja sepanjang tahun 2022. Karena belanja barang dan atau jasa kena pajak sejak 1 April 2022 dikenakan PPN 11%, tentunya pelaksana anggaran pada setiap instansi pemerintah harus mengantisipasi jumlah barang dan atau jasa yang dibeli sesuai dengan anggaran yang tersedia. Jangan sampai PPN yang terutang atas belanja yang dilaksanakan tidak terbayar sesuai dengan tarif pajak yang berlaku. Salah satu cara antisipasi adalah dengan melakukan revisi anggaran sesuai ketentuan yang berlaku.

Kedua, kontrak yang telah ditandatangani sebelum 1 April 2022 dan dilaksanakan sampai dengan setelah jangka waktu 1 April 2022. Pengadaan barang dan/atau jasa yang berbiaya besar umumnya dilaksanakan dalam jangka waktu beberapa bulan. Proses pemilihan rekanan penyedia barang dan/atau jasa dilaksanakan pada awal tahun dilanjutkan dengan penandatanganan kontrak oleh PPK dan rekanan pemenang lelang. Pada saat kontrak ditandatangani sebelum 1 April  2022 tentunya telah ditetapkan besaran PPN yang terutang atas barang dan/atau jasa yang disebutkan dalam kontrak. Bila kontrak tersebut dimulai sebelum 1 April 2022 dan berakhir setelah 1 April 2022 tentunya perubahan tarif PPN harus diantisipasi. Penyerahan pekerjaan (barang atau jasa) oleh rekanan sebelum 1 April 2022 dikenakan tarif PPN 10% tetapi penyerahan pekerjaan oleh rekanan setelah 1 April 2022 dikenakan tarif PPN 11%. Hal ini tentu harus dimitigasi oleh PPK dan rekanan apabila pada saat kontrak ditandatangani ternyata tarif PPN yang ditetapkan adalah 10%, Untuk mengatasinya PPK dan rekanan harus melakukan perubahan (addendum) kontrak untuk menyesuaikan harga barang dan/atau jasa sesuai tarif PPN yang baru. Adendum kontrak ini tentunya harus disesuaikan dengan ketersediaan anggaran dalam DIPA atau DPA instansi pemerintah yang bersangkutan.

Ketiga, proses pemilihan rekanan penyedia barang dan/atau jasa serta penandatanganan kontrak telah selesai dilaksanakan sebelum 1 April 2022 tetapi pelaksanaan kontrak dilakukan setelah 1 April 2022. Kondisi ini mirip dengan hal kedua di atas, hanya saja belum ada pekerjaan yang dilakukan oleh penyedia sebelum berlakunya perubahan tarif PPN. Dengan demikian seluruh penyerahan barang dan/atau jasa akan dikenakan tarif PPN 11%. Apabila dalam proses pemilihan rekanan dan juga penadatanganan kontrak masih menggunakan tarif PPN 10% tentunya akan terdapat kekurangan pembayaran PPN sebesar 1% pada saat pelaksanaan kontrak. Untuk memitigasi risiko ini PPK dan rekanan harus melakukan addendum kontrak untuk menyesuaikan harga barang dan/atau jasa sesuai tarif PPN yang baru. Adendum kontrak ini tentunya harus disesuaikan dengan ketersediaan anggaran dalam DIPA atau DPA instansi pemerintah yang bersangkutan.

Keempat, pengadaan barang dan/atau jasa setelah 1 April 2022 seharusnya dilaksanakan dengan mengenakan tarif PPN sebesar 11%. Hal ini harus dipahami oleh pelaksana anggaran dan juga rekanan. bila tidak akan terjadi keurangan pembayaran PPN. Mengingat belanja pemerintah didasarkan pada anggaran yang tersedia dalam DIPA dan DPA, maka pelaksana anggaran perlu melakukan perhitungan ulanng terkait kuantitas dan harga barang dan/atau jasa yang dibeli dari rekanan. Kemungkinan kuantitas barang dan.atau jasa akan berkurang. Bila tidak ingin mengurangi kuantitas, solusi yang dapat diambil pelaksana anggaran adalah melakukan revisi anggaran dalam DIPA atau DPA.

Kelima, mekanisme perubahan (revisi) anggaran harus dipahami dengan benar oleh pelaksana anggaran. Perubahan anggaran yang dialksanakan setelah DIPA atau DPA ditetapkan dilakukan melalui revisi DIPA atau DPA. Aturan revisi DIPA pada pemerintah ppusat dan revisi DPA pada pemerintah daerah didasarkan pada aturan yang ketat dan dilakukan seccara berjenjang dari satuan kerja sampai kepada instansi yang berwenang melakukan pengesahan anggaran. Kadang diperlukan waktu yang cukup panjang dalam melakukan revisi DIPA atau DPA. Hal ini tentunya harus diantisipasi oleh pelaksana anggaran agar revisi DIPA atau DPA dapat dilaksanakan segera sehingga pengadaan barang dan/atau jasa dapat dilaksanakan dengan memperhitungkan perubahan tarif PPN menjadi 11%.

Keenam, mekanisme pembayaran anggaran terkait perubahan tarif PPN menjadi tanggung jawab pelaksana anggaran yang ada pada instansi pemerintah maupun kuasa bendahara umum nengara (BUN) atau kuasa bendahara umum daerah (BUD). Instansi pemerintah pusat yang bertindak sebagai kuasa BUN (yaitu Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara/KPPN) atau instansi pemerintah daaerah yang bertindak sebagai kuasa BUD (misalnya Badan Keuangan Daerah atau Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) tentu berkepentingan memastikan pajak terkait belanja pemerintah telah dilaksanakan dengan benar. Mitigasi perlu dilakukan agar pembayaran belanja pemerintah melalui mekanisme pembayaran langsung (LS) kepada pihak ketiga maupun penggantian uang persediaan pada bendahara instansi pemerintah telah menerapkan tarif PPN 11% untuk belanja barang dan/atau jasa yang dilakukan sejak 1 April 2022.

Penutup

Perubahan tarif PPN secara umum dari 10% menjadi 11% telah ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan belaku sejak 1 April 2022. Perubahan ini membawa dampak pada belanja pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemahaman yang benar akan perubahan ini sangat diperlukan oleh pengelola anggaran maupun pelaksana anggaran. Dengan demikian berbagai dampak yang mungkin terjadi dapat dimitigasi dengan benar sehingga tidak mengganggu proses pengadaan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh instansi pemerintah pusat maupun daerah.(*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: