Mengendalikan Inflasi dan Menjaga Daya Beli Masyarakat

Mengendalikan Inflasi dan Menjaga Daya Beli Masyarakat

Dari sisi permintaan, kenaikan harga bahan pokok terutama minyak goreng sawit terjadi sebagai akibat pengalihan pasokan dari pasar domestik ke pasar luar negeri. Tindakan ini dilakukan oleh perusahaan pengolah minyak goreng karena ada perbedaan yang signikan antara harga antara pasar domestik dan pasar ekspor.

Selain itu, kenaikan harga barang impor disebabkan oleh berkurangnya pasokan barang terutama gangguan produksi dan distribusi sebagai dampak konflik Ukrania-Rusia. Kedua negara yang berkonflik tersebut merupakan pemasok gandum utama dunia. Gabungan produksi gandum kedua negara tersebut mencapai sekitar 29 persen dari pasar global. Selain itu, Ukraina menjadi salah satu dari empat eksportir utama jagung dan tepung jagung ke pasar dunia. Kedua negara tersebut juga menyumbang sekitar 80 persen dari ekspor global minyak bunga matahari.

Langkah yang dilakukan Pemerintah dalam pengendalian inflasi pada awalnya adalah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng. Langkah ini tidak dipatuhi oleh para pedagang sebagai akibat pasokan yang berkurang dan di sisi lain permintaan yang sangat tinggi. Dengan kata lain, perusahaan dan pedagang minyak goreng sawit lebih mengutamakan mengejar surplus dibanding sikap tanggung jawab sosial. Sebagai akibatnya pengendalian inflasi menjadi kurang efektif.

Selanjutnya Pemerintah menerapkan kebijakan penambahan batas wajib pasok kebutuhan dalam negeri atau dikenal dengan istilah Domestic Market Obligation (DMO) dari semula sebesar 20 persen menjadi 30 persen. Kebijakan ini memberikan ruang bagi produsen minyak goreng dapat menjual produknya ke luar negeri apabila kebutuhan minyak goreng dalam negeri sudah terpenuhi. Kebijakan ini kurang efektif disebabkan oleh ketiadaan informasi yang akurat tentang tingkat konsumsi minyak goreng dan sikap membandel perusahaan minyak goreng dalam mematuhi batas wajib pasok dalam negeri (DMO).

Faktor lainnya adalah kurang tegasnya penindakan terhadap pelanggaran kewajiban DMO, dan penyalahgunaan ijin ekspor yang dilakukan oleh perusahaan bekerjasama dengan aparat pemerintah. Pemerintah kemudian mengambil langkah drastis dan tegas dengan kebijakan terbaru, yaitu pelarangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya yang berlaku sejak 28 April 2022 sampai batas yang akan ditentukan.

Kebijakan ini hanya akan efektif pada batas waktu tertentu. Dan kebijakan ini akan kontra produktif apabila terlalu lama dan tidak pasti sehingga menyebabkan ketidakpercayaan pasar dan hambatan dalam iklim investasi dan berusaha.

Sebaliknya dari sisi penawaran atau produksi, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) khususnya minyak jenis Pertamax yang diikuti dengan kenaikan biaya transportasi dan biaya produksi yang selanjutnya memacu meningkatnya inflasi.

Kenaikan harga BBM yang terjadi saat ini sangat dipengaruhi oleh kenaikan harga minyak mentah dunia. Dampak langsung dari konflik Ukraina-Rusia adalah meningkatnya harga minyak mentah dunia yang sempat mencapai lebih dari 100 dollar AS perbarrel pada Februari 2022.

Pengendalian inflasi sebagai akibat kenaikan harga BBM relatif lebih sulit dilakukan karena ketergantungan terhadap pasokan impor BBM dan terbatasnya produksi minyak bumi dari dalam negeri. Langkah yang dapat dilakukan oleh Pemerintah adalah mengurangi subsidi BBM. Langkah ini tidak populer dan memberikan beban kepada masyarakat. Langkah lain yang dapat dilakukan adalah mengembangkan sumber energi alternatif terbaru selain minyak bumi.

Upaya ini memerlukan dukungan riset dan teknologi yang tidak murah dan perlu waktu jangka panjang. Dalam hal ini, sikap dan tindakan kolektif untuk menerapkan budaya hemat energi sangat penting untuk mengurangi seminimal mungkin dampak kenaikan harga BBM dalam jangka panjang.

Menjaga Daya Beli
Dampak inflasi akan dirasakan langsung oleh masyarakat dalam bentuk berkurangnya daya beli terutama bagi masyarakat yang berpendapatan tetap dan meningkatnya angka kemiskinan bagi masyarakat yang tidak berpendapatan tetap. Nilai uang yang diterima masyarakat tetap sedangkan harga barang dan jasa meningkat sehingga kemampuan membeli berkurang. Inflasi juga berdampak pada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) terutama kenaikan harga bahan baku dan biaya produksi.

Dalam upaya mempertahankan nilai penjualan, pelaku UMKM pada umumnya mengurangi takaran barang dengan tetap mempertahankan harga jual atau pilihan kedua mempertahankan takaran barang dengan meningkatkan harga jual. Kedua tindakan ini mengurangi manfaat yang diperoleh oleh masyarakat sebagai konsumen.

Bagi perusahaan besar, dampak langsung dari inflasi adalah meningkatkan harga bahan baku, biaya transportasi dan biaya produksi sehingga berpotensi mengurangi tingkat keuntungan. Respon yang dilakukan oleh perusahaan biasanya adalah tetap mempertahankan surplus usaha dengan menjaga nilai penjualan dan meningkatkan harga jual. Tindakan ini akan diikuti oleh berkurangnya permintaan barang dan menurunnya nilai penjualan.

Dan secara keseluruhan masyarakat akan merasakan worse off dari sisi daya beli dan kesejahteraan. Pilihan lain bagi perusahaan yang mengutamakan tanggung jawab sosial adalah menurunkan target keuntungan dengan tidak menaikkan harga jual.

Dalam upaya menjaga daya beli masyarakat, langkah yang dilakukan oleh Pemeritah dan Pemerintah Daerah antara lain adalah memberikan bantuan langsung tunai (BLT) seperti pemberian BLT Minyak Goreng sebesar Rp. 300 ribu untuk tiga bulan sehingga masyarakat dapat langsung membelanjakan sesuai kebutuhan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: